Fimela.com, Jakarta Setiap perempuan punya kekuatan untuk mengatasi setiap hambatan dan tantangan yang ada. Bahkan dalam setiap pilihan yang dibuat, perempuan bisa menjadi sosok yang istimewa. Perempuan memiliki hak menyuarakan keberaniannya memperjuangkan sesuatu yang lebih baik untuk dirinya dan juga bermanfaat bagi orang lain. Seperti tulisan dari Sahabat Fimela yang disertakan dalam Lomba My Voice Matters: Setiap Perempuan adalah Agen Perubahan ini.
***
Oleh: Tantri Moerdopo - Jakarta
Tahun ini saya punya predikat baru yaitu menjadi seorang Ibu. Lima bulan yang lalu, saya melahirkan seorang putri cantik yang kami beri nama Loemongga Kaylani (putri yang diturunkan dari langit untuk menjadi berkat bagi banyak orang). Perjalanan yang bisa dibilang panjang, tapi mungkin kami cukup beruntung mendapatkan loemongga di tahun ke-8 pernikahan kami. Karena katanya kan waktu Tuhan selalu yang terbaik. Perjalanan selama sewindu menanti lalu hamil kemudian melahirkan, membuat saya banyak berefleksi dan berbicara ke dalam hati. Dari semua hasil perenungan diri, ada satu hal yang membekas di hati, yaitu bagaimana proses bayi saya terlahir di dunia.
Pada akhirnya saya dan suami memilih untuk melahirkan di rumah. Ini tentu ada ceritanya sendiri. Tapi intinya, saya merasa bahwa pada akhirnya, semua wanita berhak untuk menentukan apa yang terbaik bagi dirinya dan janinnya. Apa yang ia rasakan dan apa yang ia inginkan, ini lah yang butuh untuk didengarkan. Bukan tergantung dokter, bukan tergantung bidan, orang tua, atau siapapun. Tapi bagaimana si Ibu bisa “peka” terhadap kemauan si bayi, dan didukung oleh suami. Ya iya dong, suami harus jadi pendukung nomor satu. Istilah kasarnya, ini bikinnya berdua kok pas melahirkan ditinggal, diserahkan ke orang lain.
What's On Fimela
powered by
Menurut saya dengan pengalaman 5 bulan yang lalu pada saat melahirkan, seorang suami harus betul-betul paham apa yang terjadi dengan istri dan bayinya. Bagaimana perkembangan janinnya, sudah di posisi apa, lalu apa yang diutuhkan istrinya, butuh dipeluk kah, dipijit, dibelai, dan sebagainya. Belum lagi nanti menyusui, bagaimana membuat istri merasa nyaman, wah pokoknya PR suami pun banyak.
Tapi tentu untuk mencapai titik ini bukan hanya sekadar wacana, di sinilah pentingnya ilmu, wanita harus berdaya. Ketika hamil tidak boleh malas, harus tahu apa yang terjadi dengan tubuhnya, mau “tahu”, mau terus “belajar”. Tentang asupan gizi, tentang gerak janin, dan semua hal yang mendukung kehamilan dan persalinan. Jangan misalnya tiba-tiba mau melahirkan normal tapi tidak ada persiapannya, atau merasa bingung dengan indikasi dokter harus operasi karena tidak terinformasi dengan benar. Dan di sinilah suami juga punya peran sangat besar, proses ini lah yang dibutuhkan untuk membuat istri merasa lebih kuat.
Belajar bersama (bersama lho ya, jangan istrinya aja yang giat belajar lalu suaminya nganterin aja nggak mau boro-boro ikut masuk kelas). Mencari informasi berdua, berdiskusi tentang cara lahir, apa yang akan dilakukan, maunya bagaimana, dan sebagainya. Jadi ketika di saat genting, misalnya pada saat istri sudah bukaan lengkap, suami tahu apa yang harus dilakukan. Pun misalnya ketika bayi kita sudah terlahir, suami bisa menjadi tameng dari mungkin komentar-kometar negatif ketika ASI belum keluar atau aturan ini-itu tentang bayi yang banyak diceritakan oleh saudara atau siapaun yang dirasa tidak sejalan dengan kita tapi dipaksakan harus dilakukan atau bisa menjadi “mata” dari prosedur apa saja yang dilakukan ke bayi kita.
Pada intinya, saya merasa bahwa melahirkan adalah tentang BERDUA. Bagaimana saya dan suami bisa sejalan, sepemikiran dan punya ikatan yang kuat. Melahirkan bukan hanya tentang wanitanya saja, yang harus menahan sakit tapi juga tentang bagaimana pria atau sang suami bisa hadir tidak hanya secara fisik tapi juga secara rasa, pikiran, dan tindakan.
So, ayo wanita, para Ibu yang sedang hamil, para calon Ibu, berdayakan diri dengan segala ilmu dan speak up, utarakan apa yang kalian inginkan pasangan, jangan cuma diam aja. Ayo para pria, jadi suami siaga bukan hanya siap-antar-jaga, tapi juga “be present” dan “mindfullnes”. Ini tentang kalian, bukan tentang kamu atau aku. Percaya deh, kalau BERDUA bergandengan tangan, semua pasti terasa indah dan lancar.
Selamat membuat memori yang indah akan hadirnya si buah hati dalam pelukan, BERDUA kalian pasti bisa.
With love,
Tantri moerdopo