Fimela.com, Jakarta Kesuburan tubuh bukan hanya ditentukan oleh kondisi fisik bawaan saja, tapi juga kondisi kesehatan fisik dan mental yang dijaga dalam keseharian. Tidak seperti ras askait fisik yang bisa dirasakan langsung, rasa sakit mental yang munculsebagai stres tidak begitu disadari namun punya efek buruk untuk kesuburan tubuh sehingga meningkatkan risiko sulit hamil.
Jika dijelaskan secara ilmiah atau bilogis, semua ini berasal dari rangkaian saraf HPA axis (hipotalamus-hipofisis-adrenal), seperti dilansir dari Very Well Family. Ketika tubuh menerima stres, hipotalamus di dalam otak akan mengirim sinyal ke kelenjar hipofisis, memberi tahu bahwa dirimu sedang berada dalam kondisi stres atau tertekan.
Kemudian sinyal ini akan di bawa ke kelenjar adrenalin, memintanya untuk mengeluarkan hormon stres bernama kortisol. Dalam kondisi normal, kortisol tidak menimbulkan masalah, karena ikut membantu regulasi gula darah sehingga dirimu memiliki energi untuk melakukan kegiatan.
Kadar kortisol yang tinggi lah yang menjadi masalah. Hipotalamus dan hipofisis bukan hanya bertanggung jawab meregulasi hormon stres, tapi juga hormon reproduksi. Hipotalamus melepaskan hormon gonadotropin (GnRH), yang merangsang pelepasan hormon stimulasi follicle (FSH) dan hormon luteinizing (LH) yang bertugas merangsang pelepasan sel telur dan membentuk sperma.
Sayangnya, jika HPA axis sibuk mengurus stres, maka tak ada waktu untuk melepaskan hormon reproduksi yang cukup sehingga inilah yang membuat perempuan sulit hamil, dan pria memiliki kualitas sperma yang tak begitu baik.
Jadi, sekarangs udah cukup jelas kan mengapa stres sangat berpengauh pada mudah atau tidaknya perempuan untuk hamil?