Fimela.com, Jakarta Setiap perempuan punya kekuatan untuk mengatasi setiap hambatan dan tantangan yang ada. Bahkan dalam setiap pilihan yang dibuat, perempuan bisa menjadi sosok yang istimewa. Perempuan memiliki hak menyuarakan keberaniannya memperjuangkan sesuatu yang lebih baik untuk dirinya dan juga bermanfaat bagi orang lain. Seperti tulisan dari Sahabat Fimela yang disertakan dalam Lomba My Voice Matters: Setiap Perempuan adalah Agen Perubahan ini.
***
Oleh: Sari - Sukoharjo
Perempuan Tetap Bisa Mengekspresikan Setiap Keinginan dan Impian
Aku seorang perempuan berusia 33 tahun. Bekerja kantoran dan berperan sebagai ibu rumah tangga dengan dua anak. Sejak kecil aku sangat menyukai dunia tulis menulis. Pelajaran favoritku saat itu adalah bahasa Indonesia. Saat guru memberi tugas mengarang, aku salah satu siswa yang paling antusias. Aku bisa membuat cerita sampai berlembar-lembar. Pernah suatu kali guruku menegur karena aku membuat cerita yang terlalu panjang. Padahal perintahnya saat itu maksimal hanya dua lembar kertas folio.
Kegemaranku menulis terus berjalan sampai aku SMA. Ditambah lagi ketika aku mulai mengenal novel saat aku SMP. Intensitas menulisku semakin banyak. Aku menjadi terinspirasi oleh banyak hal. Apalagi kalau mood-ku lagi bagus aku bisa menulis empat sampai lima cerpen dalam seminggu. Sampai suatu kali salah satu temanku menyarankan untuk mengirim hasil karyaku ke media cetak. Saat itu zaman masih jadul. Untuk mengirim sebuah karya aku harus mengetiknya terlebih dahulu lalu mengirimkan hard copy-nya lewat pos ke media yang dituju. Dan biasanya untuk menunggu apakah karya itu layak muat atau tidak, aku harus menunggu selama berbulan-bulan dan bahkan bisa lebih dari satu tahun. Jika karya dimuat, mereka akan menghubungi lewat telepon atau surat. Kalau tidak ya terpaksa harus aktif bertanya pada pihak media untuk pencairan honornya.
Setiap pulang sekolah, dengan mengayuh sepeda ontel aku rajin mengunjungi persewaan komputer untuk mengetik dan mencetak. Saat itu harga komputer masih mahal. Dan bagiku komputer dan semua perlengkapannya itu merupakan barang mewah yang hanya bisa dimiliki kaum tertentu.
Aku mulai mengirimkan beberapa karya yang kunilai layak untuk dimuat di media. Tapi sebelum itu aku selalu meminta beberapa temanku untuk membaca hasil ceritaku terlebih dahulu. Jika mereka bilang bagus dan menarik barulah aku mengirimnya. Begitu terus sampai aku hampir lulus SMA. Sayangnya, tiada hasil yang kuperoleh alias nihil. Karyaku tidak pernah dimuat sekalipun.
Memasuki perguruan tinggi, aku sudah berencana mendaftar di fakultas komunikasi atau broadcasting. Berlatar belakang hobiku menulis, aku sangat ingin menambah ilmuku demi cita-citaku yang ingin menjadi wartawan. Namun sayang, pertentangan terjadi. Orang tuaku tidak menyetujui jika aku melanjutkan kuliah di bidang tersebut. Sebagai anak satu-satunya, orangtua sangat ingin aku masuk ke jurusan yang mempunyai masa depan yang menjanjikan. Mereka khawatir jika aku sekolah komunikasi, kelak aku akan bekerja sebagai apa? Dan apakah kelak masa depanku terjamin? Ya wajar saja orangtuaku berpikiran seperti itu. Saat itu tahun 2004. Negara masih dalam masa transisi ke arah milenial. Pekerjaan yang layak bagi lulusan pada saat itu hanyalah pekerjaan-pekerjaan yang sudah turun temurun. Misalnya guru, akuntansi, pns, dokter, dan perawat. Pekerjaan-pekerjaan di luar itu masih sangat asing dan menjadi ketakutan tersendiri jika dijalani. Khususnya untuk jaminan masa tua.
Akhirnya dengan berat hati aku harus mengikuti keinginan orangtuaku untuk masuk fakultas ekonomi. Kata mereka lulusan ekonomi lebih menjamin masa depan pasti dan cepat mendapat pekerjaan. Awal kuliah menjadi hal terberat dalam hidupku. Meski aku lulusan IPS, terus terang aku tidak begitu menyukai pelajaran ekonomi. Namun demi amanah dari orangtua aku harus berjuang sampai aku wisuda dan kemudian mewujudkan impian orangtuaku untuk bekerja di dalam ruangan alias kantoran.
Aku lulus dengan nilai memuaskan. Bagiku hanya kebetulan dan keberuntungan saja. Karena aku merasa aku bukanlah mahasiswa cerdas seperti teman-temanku yang memang serius belajar keras untuk meraih nilai di atas rata-rata. Ya paling tidak aku sudah cukup membanggakan orangtuaku meski mungkin aku lebih banyak memiliki keberuntungan dibanding isi otakku yang pas-pasan. Dan selang beberapa bulan setelah aku lulus, akupun diterima di salah satu perusahaan di kotaku. Keberuntungan lagi. Mengingat sainganku saat itu orang-orang yang sudah berpengalaman dan mempunyai intelektual tinggi. Sedangkan aku hanyalah fresh graduate tanpa pengalaman apapun.
Sampai sekarang aku sudah mengabdi selama hampir 10 tahun di perusahaan tempatku bekerja. Lalu bagaimana dengan hobi menulisku di masa lalu? Kemajuan teknologi ternyata membuat aku semakin tau bahwa dunia ini semakin berkembang. Di sela waktu luangku aku menghanyutkan diri untuk membaca informasi lewat internet. Hingga suatu kali aku menemukan blog dan website tentang komunitas penulis pemula. Dari situ aku seperti kembali pada masa laluku yang suka menulis.
Keinginan untuk kembali menulis semakin besar hingga membuat aku mulai mencobanya kembali. Dan benar saja, imajinasiku ini belum lumpuh. Aku masih bisa membuat sebuah cerita yang lumayan bagus dan aku mencoba mengirimkannya via email ke salah satu web yang memuat cerpen. Di luar dugaan, ceritaku dimuat. Itu pertama kalinya hasil karyaku dihargai oleh media. Akupun menjadi sangat bersemangat untuk menciptakan karya-karya baru dan tidak terasa enam karya sudah kubuat, lalu kukirim dan lolos semua. Penghargaan yang luar biasa. Meskipun komunitas itu tidak memberikan hadiah untuk tulisan yang dimuat, tapi aku bangga, paling tidak di luar sana banyak orang yang membaca hasil karyaku dan menjadikan mereka tau bahwa ada penulis seperti aku di dunia ini.
Lama kelamaan kemampuan menulisku semakin lumayan meski belum sempurna. Aku mencoba mengirimkan ke media yang memberi honor maupun hadiah. Ternyata memang sangat tidak mudah dan berulang kali aku gagal. Aku sempat berpikir untuk mencari terobosan baru dalam menulis. Belajar lagi dan mencari kiat-kiat supaya karyaku lolos ke media. Sungguh di luar dugaan aku berhasil lolos dan mendapatkan souvenir dari media tersebut. Kemenangan ini menjadi motivasi untuk terus berkarya. Dan sampai detik ini aku masih terus saja mencoba meloloskan karyaku agar dimuat di halaman mereka. Dan di antara yang sudah dimuat aku juga mulai mendapat imbalan atas karyaku baik secara uang ataupun barang.
Aku begitu bangga dengan pencapaianku. Meski belum maksimal namun aku bisa menunjukkan bahwa menjadi perempuan tidak harus selalu patuh terhadap apa yang ada. Menjadi perempuan itu tetap bisa mengekspresikan apa yang kita inginkan dan impikan selagi semuanya tidak melenceng dari kodrat. Meskipun kamu berkecimpung di dunia yang sangat berbeda denganmu, jangan kamu anggap semua itu sebagai penghalang untuk meluapkan kegemaranmu. Kamu tetap bisa berkembang jika kamu mau. Dan yakinlah satu atau banyak bidang yang kalian tekuni, jika kalian bisa melakukan semua secara bijak maka semua yang kalian lakukan pastilah akan menghasilkan. Jadi, janganlah menyerah dan teruslah berkarya.