Perempuan, Pendidikan, dan Generasi Penerus yang Cerdas

Endah Wijayanti diperbarui 19 Mar 2019, 09:34 WIB

Fimela.com, Jakarta Setiap perempuan punya kekuatan untuk mengatasi setiap hambatan dan tantangan yang ada. Bahkan dalam setiap pilihan yang dibuat, perempuan bisa menjadi sosok yang istimewa. Perempuan memiliki hak menyuarakan keberaniannya memperjuangkan sesuatu yang lebih baik untuk dirinya dan juga bermanfaat bagi orang lain. Seperti tulisan dari Sahabat Fimela yang disertakan dalam Lomba My Voice Matters: Setiap Perempuan adalah Agen Perubahan ini.

***

Oleh: Deka Riti - Lahat

Berbicara soal perempuan sebagai agen perubahan, sebelumnya saya telah mendengar kalimat Almaratu Imadul Bilad, yang artinya perempuan itu fondasi atau tiangnya negara. Jika perempuan baik, maka baiklah negara. Jika perempuan rusak, maka rusaklah negara. Hal ini bukan hal sepele, perempuan penentu tunggal maju-mundurnya sebuah bangsa. Di era modern saat ini, ruang apresiasi untuk para perempuan semakin terbuka memberikan banyak kesempatan kepada kaum wanita untuk menunjukkan eksistensinya dalam pembangunan bangsa. Mulai dari ruang lingkup yang luas seperti pembangunan dalam bidang ekonomi, politik, sosial budaya, keamanan dan pertahanan, hingga ruang lingkup yang lebih kecil seperti membangun karakter anak di dalam sebuah keluarga.

Kali ini saya akan berbicara mengenai perempuan sebagai agen perubahan dalam membangun karakter anak di dalam sebuah keluarga. Namun, sebelumnya saya akan bercerita sedikit mengenai pendidikan yang telah saya tempuh dalam kehidupan saya, mulai dari formal dan non formal. Saya merupakan salah satu dari perempuan yang memilih menikah setelah menjadi sarjana.

Tak sedikit orang yang menyayangkan perempuan yang telah mendapat titel sarjana memutuskan untuk menikah, yang nantinya hanya akan berkutat dalam hal mengurus suami dan merawat anak. Katanya, "Percuma sekolah tinggi jika ujung-ujungnya hanya mengurus rumah tangga." Padahal di balik itu semua, tidak ada yang sia-sia. Justru pendidikan yang telah diraih seorang perempuan yang akan menjadi seorang ibu, sangat berguna dalam mendidik anak-anaknya kelak. Karena ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya dalam proses pendidikan manusia. Peran yang sangat penting ini, menuntut seorang ibu untuk membekali dirinya dengan ilmu yang memadai. Maka seorang ibu harus terus bergerak meningkatkan kualitas dirinya. Karena, untuk mencetak generasi yang berkualitas, diperlukan pendidik yang berkualitas pula. Hal itu berarti ibu tak boleh berhenti belajar.

 

What's On Fimela
Ilustrasi./Copyright rawpixel

Sejak kecil, diri ini memang selalu bercita-cita untuk menjadi seseorang yang berguna di kehidupan mendatang. Kuliah, menjadi sarjana, bekerja di perusahaan besar hingga menjadi wanita karier yang sukses, merupakan impian banyak perempuan termasuk saya sendiri. Ibu adalah orang pertama yang memotivasi saya untuk menjadi wanita tangguh di luar sana yang bekerja dengan profesi yang saya idamkan.

Saya banyak belajar dari ibu saya. Bagi saya, beliau telah mendidik saya dengan cara yang baik. Bahkan hal ini dibuktikan ketika usia dua tahun, saya sudah mampu membaca, berhitung dan menulis. Saya ingat, waktu itu ibu rajin mengajari saya mengenal huruf melalui poster alfabet dan poster angka yang tertempel di dinding rumah. Ibu juga sering membelikan mainan edukatif yang berbentuk huruf dan angka.

Selain itu saya juga sering disuguhi buku bacaan, koran, pensil dan kertas kosong untuk menulis ataupun menggambar. Ibu sangat telaten mengajari saya kala itu. Hal yang juga sering saya lakukan dalam meningkatkan kemampuan baca adalah setiap bepergian menaiki kendaraan umum, dari balik kaca jendelanya, saya selalu membaca tulisan di plang setiap sudut jalanan kota. Baik itu tulisan nama-nama toko, nama sebuah bank, nama tempat kursus, praktik dokter, dan lain sebagainya. Terkadang saya membaca tulisan yang saya temukan berada di belakang sebuah truk.

Saat memasuki sekolah dasar, wali kelas saya, di kelas 1 SD waktu itu, pun selalu mengandalkan saya untuk maju ke depan dan mengajarkan teman-teman satu kelas untuk mengeja tulisan di papan tulis. Hal itu membuat saya terus bersemangat dalam belajar dan memulai hari-hari saya bersekolah. Karena semangat meningkatkan prestasi yang tertanam di diri saya itu, alhamdulillah rapor saya tidak pernah keluar dari rangking 10 besar, mulai dari sekolah dasar hingga tingkat menengah atas.

Selain belajar, saya pun banyak mengikuti kegiatan lainnya seperti kursus bahasa Inggris, ekstrakurikuler basket, dan mengembangkan bakat saya dalam bermain gitar. Saya sudah bisa memetik gitar pada kelas 6 SD dan memiliki band sendiri ketika SMP yang semua personilnya adalah perempuan. Ternyata tanpa disadari, sejak SD saya sudah menjadi agen perubahan dalam hal bermusik. Waktu itu masih sangat jarang ditemukan perempuan yang bisa bermain gitar seperti jaman sekarang.

Ketika SMA, band kami pernah mengikuti ajang festival musik yang diadakan oleh salah seorang pejabat di kota kami. Dan kami satu-satunya yang memiliki personil yang semuanya terdiri dari anak perempuan. Meskipun tidak menyabet gelar juara, namun hal ini menjadi pengalaman yang luar biasa, terutama bagi saya sendiri. Saya bersyukur, ibu saya selalu mengajari dan mengingatkan dalam hal belajar sejak dini, serta mendukung semua kegiatan positif saya lainnya.

Ketika tamat SMA, ibu saya wafat karena sakit. Setelah kepergian ibu, saya semakin semangat melanjutkan niat saya untuk melangkah ke jenjang sekolah yang lebih tinggi, yaitu kuliah. Bapak saya sempat tidak mengizinkan saya berkuliah dengan alasan keuangan. Namun, dengan tekad yang kuat, rezeki dari Tuhan pun datang mengantarkan saya ke bangku perguruan tinggi negeri.

Ilustrasi bekerja

Selain disibukkan dengan kegiatan kuliah, di rumah saya pun mengurus adik-adik saya. Sebagai anak sulung, saya adalah pengganti ibu saya yang bertanggung jawab mengajarkan dan memberikan teladan yang baik bagi mereka. Saya juga pernah menyambi bekerja dan jualan makanan untuk keperluan sehari-hari dan kuliah. Masa kuliah saya jalani dalam kurun waktu 4 tahun dengan suka dan duka. Hingga pada akhirnya saya menamatkan pendidikan S1 saya dan mendapatkan predikat cumlaude yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Setelah tamat kuliah, saya sempat bekerja di perusahaan asing swasta di luar kota. Namun, takdir berkata lain, tak sampai satu tahun jodoh menjemput saya. Saya menanggalkan angan-angan untuk menjadi wanita karier dan memilih menikah, untuk sepenuhnya mengurus suami dan merawat anak.

Sebagai ibu rumah tangga dengan predikat sarjana, saya selalu ingin menanamkan pendidikan dan pengalaman luar biasa yang telah saya dapatkan kepada anak-anak saya. Sedikit banyaknya, saya juga akan mengadopsi cara ibu dalam mendidik dan mengajari saya. Bahkan anak-anak saya harus lebih baik daripada diri saya sendiri, tidak hanya dalam hal pendidikan, tetapi juga dalam segala hal.

Sekarang saya tidak terlalu memusingkan suara sumbang yang mengatakan bahwa perempuan yang telah menjadi sarjana ilmunya akan sia-sia jika hanya menjadi seorang ibu rumah tangga. Generasi manusia hebat adalah karya dari pendidikan keluarga yang sukses dari si ibu. Ibu berperan besar dalam pembentukan watak, karakter dan kepribadian anak-anaknya. Tak berhenti hanya dengan bekal seorang sarjana, tetapi saya akan terus menerus menimba ilmu, untuk membangun kecerdasan emosional dan spiritual anak-anak saya.

Jika tidak terus meningkatkan kualitas diri, saya takut salah dalam mendidik dan menanamkan akhlak pada anak, tentu nantinya menjadi awal kehancuran bagi generasi berikutnya. Meskipun menjadi agen perubahan dalam lingkup yang kecil, namun akan berpengaruh besar dalam membentuk generasi penerus yang cerdas dan bermanfaat bagi bangsa dan negara.