Anak Punya "Teman Khayalan", Orangtua Harus Bagaimana?

Endah Wijayanti diperbarui 09 Mar 2019, 16:45 WIB

Fimela.com, Jakarta Si kecil bilang ia punya seorang teman yang selalu menemaninya setiap hari. Bahkan ia menyebutkan ciri-cirinya dengan begitu yakin. Tapi hanya dia sendiri yang bisa melihatnya. Kita sebagai orangtuanya dan juga orang lain tak bisa melihatnya. Dengan kata lain, anak kita punya teman khayalan.

Apa yang harus kita lakukan saat mengetahui anak kita punya teman khayalan? Kadang kita dilanda dilema harus bagaimana menghadapi anak yang kesehariannya sering mengaku bermain dengan teman khayalannya. Tapi sebenarnya kondisi anak yang punya teman khayalan ini masih tergolong normal. Dikutip dari mother.ly, beberapa penelitian menyebutkan bahwa ada sekitar 65% anak-anak memiliki teman khayalan. Umumnya, anak memiliki teman khayalan pada usia antara tiga hingga delapan tahun.

Anak sulung dan anak tunggal yang paling sering memiliki teman khayalan. Tapi sisi baiknya, anak yang memiliki teman khayalan ini seringkali memiliki kosakata yang lebih baik dibandingkan anak-anak seusianya. Kreativitas dan kemampuan empatinya juga lebih baik karena memainkan "dua peran" dengan teman khayalannya.

Biarkan anak bermain dengan "teman khayalannya"

Menurut psikolog Marjorie Taylor, anak-anak pun sebenarnya paham bahwa teman khalayannya ini tidak nyata. Mereka sadar kalau mereka hanya berpura-pura saja. Sebagai orangtua, kita bisa tetap membiarkan saja anak bermain dengan teman khayalannya. Kalau perlu, kita juga bisa ikut bermain dan memainkan peran seolah-olah kita melihat temannya itu.

Beri pertanyaan yang memancing anak untuk bercerita banyak

"Bagaimana wajahnya?"

"Apa saja makanan kesukaannya?"

"Apa yang membuatnya jadi teman yang menyenangkan untukmu?"

Cara ini bisa sekaligus untuk membantu meningkatkan daya kreativitas anak. Anak bisa dipancing untuk menceritakan banyak hal. Dia bisa membangun ceritanya sendiri. Dan dia juga bisa ikut bersenang-senang menciptakan lebih banyak hal baru dalam ceritanya tersebut.

Beri anak ruang untuk masuk ke dunianya sendiri

Kay Redfiled Jamison seorang psikiater klinis mengungkapkan bahwa anak-anak butuh kebebasan dan waktu untuk bermain. Bahkan bermain adalah kebutuhan sendiri untuk anak-anak. Semua anak suka bermain, sebagian pun bermain dengan teman khayalannya. Kita bisa memberi anak waktunya untuk masuk ke dunianya sendiri dengan bermain. Tapi kita juga perlu tetap membimbing dan mengawasinya demi mengoptimalkan tumbuh kembangnya dengan baik.

Bila anak menunjukkan gejala atau hal-hal yang meresahkan, segera hubungi dokter untuk mendapat penanganan yang lebih tepat. Bagaimana pun setiap anak memiliki keunikan dan keistimewaannya sendiri.

 

 

What's On Fimela