Fimela.com, Jakarta "Kalau sakit badannya masih enak, Mas. Istri saya sakit pikirannya. Gara-gara lahiran secar itu, Mas. Sama ibu saya, mbak-mbak saya, tetangga, ipar-ipar bahkan ibu mertua saya sendiri, itu nggak disuport malah dicelatu (dimarahi) karena nggak bisa lahiran normal.
Padahal istri saya sudah bukaan lengkap sehari semalam, sudah sakit di rumah bidan. Tapi bayi nggak turun-turun, terus dirujuk ke Binasehat. Kata Fahmi (dokter obgyn), air ketuban sudah keruh harus segera operasi. Namanya saya panik ya, Mas. Nggak tega juga lihat istri gulang-guling kesakitan, saya langsung iya."
Itu adalah sedikit cerita dari seorang pengemudi taksi online yang menceritakan bagaimana istrinya menjadi sangat tertekan bahkan mengalami depresi berat akibat mendapat mom-shaming dari orang-orang di sekitarnya pasca melahirkan. Cerita ini sendiri dibagikan oleh pengguna akun facebook bernama Nidta Jameelah pada 28 Februari 2019 lalu. Kisah ini sendiri telah mendapat like sebanyak 3,8 ribu like, ratusan komentar dan dibagikan hingga 8,3 ribu kali.
What's On Fimela
powered by
Apa Itu Mom-shaming?
Istilah mom-shaming merupakan perilaku merendahkan seorang ibu karena pilihan proses lahiran atau mengasuh anak yang dinilai berbeda dari pengkritik. Mom-shaming bisa berupa sindiran, komentar bahkan umpatan secara langsung yang bersifat negatif. Penelitian yang dilakukan para ahli di Universitas Michigan, Amerika menyebutkan jika pelaku tinggi mom-shaming adalah orang terdekat seperti suami, mertua juga ipar.
Dari kisah di atas, kita akan tahu bahwa dampak mom-shaming apalagi yang dilakukan oleh orang-orang terdekat tak hanya menyebabkan depresi. Lebih jauh, dampak mom-shaming yang mungkin saja sering kita anggap remeh bisa membuat kehidupan seorang ibu jadi berantakan.
Dampak Mom-shaming
Hilang percaya diri, tidak mau menyentuh bayinya lagi, tidak mau memberikan ASI hingga menyiksa dirinya sendiri bahkan menyakiti bayinya adalah dampak nyata mom-shaming. Melansir dari laman theAsianParent, mom-shaming yang terjadi secara intens dan sering, bahkan sampai bertahun-tahun bisa mengubah struktur kimia di otak dan membuat ibu rentan mengalami hilang rasa percaya diri, kekhawatiran berlebih, kecemasan, depresi bahkan gangguan mental.
Perilaku mom-shaming sendiri adalah hal yang sulit dihindari ibu apalagi untuk ibu baru. Perbedaan pemilihan proses melahirkan, pola asuh terhadap anak dan tumbuh kembang anak adalah tema umum yang sering dijadikan alat mom-shaming oleh keluarga dekat seperti mertua, saudara ipar, saudara kandung, tetangga juga orang lain yang menganggap dirinya paling benar.
Bagaimana Menghadapi Mom-shaming?
Saat ada orang lain mengkritik atau mencela apa yang ada di diri kita, siapkan mental sebaik mungkin. Melansir dari laman psychologytoday.com, para ahli menyarankan agar kita lebih sabar, tenang dan siapkan jawaban masuk akal yang bisa membungkam kritikan orang lain tersebut. Jika ada orang lain yang mengkritik, dengarkan saja tapi jangan sampai dimasukkan ke dalam hati.
Hindari berkumpul bersama orang-orang yang bawaannya nyinyir kepadamu. Karena dirimu sendiri yang tahu apa yang terbaik untukmu dan buah hati, jangan pernah membanding-bandingkan hal itu dengan orang lain. Tetaplah percaya diri dengan pendirianmu. Pastikan untuk tidak menganggap semua kritikan itu menyakiti dan memojokanmu, beberapa kritikan justru yang terbaik untukmu.
Yuk Mom, lebih percaya diri, tenang dan sabar menghadapi mom-shaming di sekitar kita. Pastikan untuk tidak melakukan mom-shaming juga terhadap orang lain karena seremeh apapun mom-shaming yang kita lakukan, dampaknya akan sangat mengerikan.