Fimela.com, Jakarta Hidup di era dengan arus informasi yang begitu cepat, setiap harinya kita bisa dibanjiri oleh berbagai macam berita. Hanya saja kita tetap perlu berhati-hati dalam menyerap atau mencerna informasi. Terlebih di masa-masa menjelang Pemilu, kita harus lebih jeli membedakan mana konten yang berdasarkan fakta dan mana konten yang malah mengandung ujaran kebencian atau hoax.
Kita pahami lebih dulu konten seperti apa sih yang dikatakan sebagai ujaran kebencian? Dilansir dari pintarmemilih.id, ada tiga poin yang merujuk pada konten yang dikatakan sebagai ujaran kebencian, yaitu:
1. menyerang identitas yang dilindungi, seperti (namun tidak terbatas pada) agama, suku, ras, atau jenis kelamin;
2. menyebabkan ketakutan, perasaan terancam, indikasi ajakan untuk melakukan kekerasan, atau mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat;
3. jangkauan penyebaran ujaran kebencian luas, dilihat dari jumlah pengikut media sosial, jumlah like, atau jumlah post tersebut dibagikan.
Sementara konten yang dikatakan sebagai disinformasi atau hoax adalah jika informasi yang salah yang dengan sengaja dibuat atau disebarkan untuk merugikan pribadi atau kelompok tertentu. Bila kita menemukan konten yang mengandung muatan ujaran kebencian atau hoax, kita bisa melaporkannya. Caranya pun ternyata tidak terlalu rumit.
1. Salin URL Kontennya
Laporan dalam bentuk screenshot tak dapat ditindaklanjuti. Jadi, memang kita harus menyalin tautan (link) atau URL konten yang diduga mengandung ujaran kebencian atau disinformasi tersebut. Selain URL kontennya, kita juga perlu menyalin profil media sosial yang menyebar konten tersebut. Sekali lagi jangan hanya dalam bentuk screenshot, ya.
2. Laporkan ke Kanal yang Sudah Disiapkan Bawaslu
Kita bisa mengirimkan laporan melalui formulir yang dibuat oleh Banwaslu di SINI. Bisa juga langsung melaporkan via What's App ke nomor 0811 1414 1414. Melalui email juga bisa, yaitu ke medsos@bawaslu.go.id untuk melaporkan konten yang memuat ujaran kebencian atau hoax.
Saat membuat laporan sebagai individu, kita perlu mencantumkan nama kita dan NIK KTP. Tak perlu takut membuat laporan sebab kerahasiaan identitas kita akan dijaga. Demi kelancaran pemilu yang aman dan nyaman, kita juga perlu ikut berkontribusi untuk mencegah penyebaran berita hoax dan ujaran kebencian yang ada.
Ada banyak tantangan yang perlu diatasi demi berjalannya pemilu yang aman dan nyaman. Salah satunya adalah memastikan anak tidak dilibatkan dalam kegiatan politik dan memastikan seluruh calon anggota legislatif baik tingkat kab/kota, provinsi dan pusat serta capres dan cawapres memiliki konsenitas dan langkah besar dalam perlindungan anak.
Ada info penting yang mungkin belum diketahui masyarakat, khususnya para orang tua. UU No 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa anak berhak memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik. Di sisi lain, UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Pasal 280 dinyatakan bahwa pelaksana dan/atau tim kampanye pemilu dilarang mengikut sertakan (k), warga negara indonesia yang tidak memiliki hak memilih. Dengan kata lain, mengikutsertakan anak usia di bawah 17 tahun merupakan pelanggaran pemilu.
Mari kita bersama-sama ikut berkontribusi menciptakan situasi yang aman dan nyaman selama berlangsungnya pemilu, ya Sahabat Fimela. Jangan ikut menyebarkan konten hoax, jangan melibatkan anak di bawah usia 17 tahun dalam kegiatan politik, dan gunakan hak pilih kita dengan baik.