Fimela.com, Jakarta Nasihat orangtua atau tradisi dalam keluarga bisa membentuk pribadi kita saat ini. Perubahan besar dalam hidup bisa sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan budaya yang ada di dalam keluarga. Kesuksesan yang diraih saat ini pun bisa terwujud karena pelajaran penting yang ditanamkan sejak kecil. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba My Culture Matters: Budayamu Membentuk Pribadimu ini.
***
Oleh: Devi Lina Sari - Surabaya
10 KUNCI AGAR JADI GENERASI YANG MANDIRI
Cinta adalah bagaimana kita dan keluarga kita bisa saling menerima pendapat dan bukan saling menuntut. Segalanya akan terasa normal jika anak dan keluarga akan saling mendukung dan saling membantu satu sama lain. Perkenalkan saya bernama Devi, saya lahir di dalam keluarga yang sederhana, sejak saya berusia 10 tahun saya selalu diajarkan untuk mandiri.
Sejak saya berumur 9 tahun ayah saya sudah meninggal karena penyakit komplikasi dan sejak saat itu ibu saya menjadi seorang single parent yang harus membiayai anak-anaknya. Saya mempunyai saudara 4 orang. Pekerjaan ibu saya adalah berdagang (sayuran dan bumbu dapur) di pasar. Setiap pagi beliau pergi ke pasar pukul 6 pagi untuk berjualan, dia selalu bangun pagi-pagi dan ke pasar lalu pulang malam ke rumah. Selepas pulang dari tempat bekerja ibu saya selalu menyempatkan untuk makan malam bersama, karena di tempat makan kesempatan ibu saya untuk menanyakan apa kegiatan kami dalam hari itu dan dalam makan malam bersama ibu saya memberikan nasihat kepada kami. Ibu sebenarnya kelelahan bekerja tapi beliau selalu menyempatkan diri.
Nasihat yang selalu ibu saya berikan adalah hiduplah sederhana dan mandiri. Di mana pun nanti kalian merantau atau tidak tinggal bersama ibu kalian harus bekerja keras, mandiri, dan jangan iri terhadap orang lain yang lebih mampu daripada kita. Nasihat itu selalu menjadi pedoman dalam hidupku. Dia selalu berkata dalam bahasa Batak, ”Unang bereng hamoraon ni halak, bereng ma dirim. Baen mai gabe motivasi tuho asa boi ho mamora haduan, jala unang ginjang roham." Artinya, "Jangan melihat kekayaan orang lain, lihat dirimu. Buatlah itu jadi motivasi bagimu supaya kamu bisa sukses suatu saat nanti, dan jangan sesekali kamu sombong." Ibu saya selalu mengatakan itu.
Tradisi orang batak adalah merantau atau pergi ke wilayah orang lain untuk mencari pekerjaan yang lebih baik, bukan hanya pekerjaan saja tetapi mencari pengalaman dan jati diri. Keluarga saya dari nenek sampai ibu saya adalah 100% Batak, dan masih memegang tradisi Batak, yaitu harus merantau dan hidup mandiri. Saat saya berumur 9 tahun atau kelas 3 SD sepulang sekolah saya sudah diajari untuk berjualan dan membantu ibu di pasar. Dan saat itu saya mudah memahami bagaimana berjualan, mengangkat barang dan apapun kegiatan yang ada di pasar. Bagi saya itu sudah menjadi hal yang lumrah karena saya sudah dibiasakan untuk melakukan kegiatan itu. Saya menjadi paham dan mengerti bagaimana perasaan ibu saya. Dia sering kelelahan dalam melayani pelanggan.
Hanya karena seseorang terlihat kuat dan selalu tersenyum di hadapanmu bukan berarti ia tak pernah menangis di belakangmu. Terkadang senyum itu palsu, hanya menutup kesedihan dirinya pada orang lain, dan hal itu terjadi dengan ibu saya, terkadang dia menangis dengan bersembunyi sambil melihat foto ayahku. Mungkin dia merindukannya, bagaimana dia bisa membesarkan kelima anaknya dengan seorang diri, dan hanya bekerja sebagai pedagang di pasaran. Saya berdoa pada Tuhan bagaimna kehidupan ini bisa berjalan.
Tahun demi tahun berlalu saudara saudara saya lulus SMA dan merantau ke daerah lain. Mereka bekerja di perusahaan sebagai karyawan, dan itu sedikit membantu keuangan keluarga kami karena setidaknya mereka sudah bisa membiayai kehidupan mereka masing-masing. Saya dan adik saya akhirnya yang dibiayai oleh ibu saya untuk bersekolah dan untuk biaya kehidupan sehari-hari. Setidaknya itu menurunkan beban keluarga kami.
Hari demi hari kami melakukan aktivitas seperti biasa bersekolah, membantu ibu, dan membereskan rumah. Hal- hal seperti itu yang kami lakukan. Ibu saya juga semakin menua dan mungkin dia sudah mulai kelelahan karena kegiatan berjualan setiap hari di pasar. Saya sempat berpikir apa saya putus sekolah saja untuk bisa membantu ibu. Tetapi ibu saya selalu memperjuangkan kami supaya kami bisa bersekolah minimal SMA. Seluruhnya dipertaruhkan ibu saya agar kami boleh bersekolah. Sungguh benar-benar baik.
Dalam cerita ini aku ingin memberikan sepatah dua kata buat kebaikanmu ibu, "Dentingan napasmu, menyelimuti hari hingga senja, tak tersimpan sedikit kelelahan di wajahmu. Tak ada sesal saat semua harus kau lalui. Langkahmu tak pernah berhenti, melangkah untukku, kasihmu tak kunjung reda walau dalam lelah. Kau tetap merangkai kata bijak untukku, mengurai senyum disetiap langkahku. Mendera doa di setiap helai napasku. Ibu kau mutiara di hatiku. Relung hatimu sangat indah. Hingga aku tak mampu menggapai dalamnya tetes air matamu, menguntai semua kata untukku. Ibu terima kasih buat pengorbananmu. Menjadi single parent tidaklah mudah. Engkau menjadi harapanku."
Setelah saya kelas 3 SMA di semester pertama saya harus merelakan kepergian ibu saya. Di umurnya yang 42 tahun dia harus meninggal karena penyakit dalam yang selama ini dia rasakan. Bagaimana perasaanmu saat engkau mengetahui orang yang kamu sayangi meninggal dan itu ibu kamu?
Saya menangis sejadi-jadinya dan tidak tahu harus mengatakan apa. Hidup saya hancur dan tidak punya harapan untuk kedepannnya. Siapa lagi yang bisa diharapkan jika kejadiannya sudah seperti ini. Saya menangis, keluarga saya berduka. Bagaimana, bagaimana, dan bagaiman ke depannya hidup saya, itulah yang selalu saya katakan.
Rasanya seperti disayat dari dalam. Saudara dan keluarga saya menenangkan saya. Bagaimanapun saya harus bertahan dalam situasi ini. Saya dan keluarga akhirnya memakamkan ibu saya di tempat peristirahatannya yang terakhir. Terima kasih Ibu hanya itu yang saya ucapkan dalam hati ini.
Hanya karena seseorang terlihat kuat dan selalu tersenyum di hadapanmu bukan berarti ia tak pernah menangis di belakangmu
Satu kalimat yang ibuku juga katakan dulu adalah, “Molo nungga mate ahu dang arga be ho di adopan nikeluargata, dang arga ho saleleng dang hasea ho." Artinya, “Suatu saat nanti apabila aku sudah meninggal, kalian tidak pernah dihargai oleh keluarga kita karena tidak ada lagi orangtua. Tetapi mereka akan membanggakan kamu apabila kamu sudah sukses dan berhasil." Kata-kata itu serasa teringat kembali karena benar- benar terjadi dalam hidupku.
Sejak kepergian ibu, keluarga dari ibu dan ayah saya tidak peduli dengan kehidupan kami. Kami tinggal bertiga di rumah. Kami harus benar-benar merelakannya dan harus berusaha menjalani hidup kedepannya. Saudara saya yang pertama saat itu di-PHK dari pekerjaanya karena sesuatu hal dan saya akan segera melakukan UNAS dan adik saya juga masih SMP saat itu. Dia juga harus fokus pada sekolahnya dan ujian di sekolahnya.
Seperti suatu tamparan keras bagi saya dan saudara saya untuk menjalani kehidupan. Tempat berjualan ibu saya dulu juga menjadi tempat perebutan bagi sesama pedangang dan akhirnya kami harus merelakan lapak berjualan ibu saya tersebut. Wah, benar-benar kehancuran terjadi dalam kehidupan kami. Berselang beberapa waktu saudara saya yang pertama harus bekerja dan apapun itu, dia sangat bertanggung jawab besar terhadap kami adik-adiknya. Dia akhirnya bekerja sebagai kuli bangunan untuk beberapa saat.
Kami bahkan pernah memakan mi instan satu bungkus dibagi bertiga hanya untuk satu hari itu saja. Mau tidak mau kami harus menahan rasa lapar. Ada serang nenek tetangga saya yang baik hati mau memberikan bantuan kepada kami. Terkadang dia memberikan beras dan lauk kepada kami. Beberapa waktu setelah kejadian itu saudara saya yang pertama mendapatkan pekerjaan sebagai karyawan biasa di dealer resmi, dan akhirnya dia pun bekerja di sana. Dan dari pekerjaan tersebut membuka jalan bagi kami untuk bisa memenuhi kebutuhan kami sehari-hari. Sejujurnya kami mengontrak rumah dan dana untuk ke sana juga harus dipersiapkan. Terlalu banyak kepahitan yang kami rasakan saat itu.
Orang yang iri kepadamu itu, sebagai tanda kehidupanmu sudah lebih lebih baik dari dia
Dua bulan sebelum Ujian Nasional tentu saya harus mempersiapkan segala hal termasuk dana untuk les sore yang diadakan di sekolah. Saya mengikutinya, saat itu saya bekerja paruh waktu untuk membayar uang les saya. Hari demi hari saya harus melakukannya. Saya tidak boleh menyerah saat itu. Tuhan masih melihat kami dan membantu kami melalui orang lain yang baik hati memberikan bantuan. Akhirnya saya lulus SMA dan bahkan ada beasiswa untuk saya dapat bimbingan persiapan menuju ujian tulis masuk ke perguruan tinggi negeri.
Sebenarnya di sisi lain saya tidak mempunyai dana untuk melanjutkan studi saya. Tapi saya tidak menyerah saya akhirnya mengikutinya dan lulus tes masuk keperguruan tinggi negeri di Jawa Timur. Di sisi lain saya sangat bahagia. Saya menceritakan kebahagian saya kepada saudara saya. Awalnya dia menentang, "Bagaimana kamu ke sana dan bagaimana biaya kehidupan kamu," dan segala macamnya. Yah itu memang benar, saya mengatakan kepadanya bahwa saya dapat beasiswa untuk berkuliah dan jarang ada kesempatan seperti ini kata saya.
Setelah melakukan pembicaraan panjang akhirnya saudara saya ini setuju. Dan akhirnya saya berangkat dan berkuliah di perguruan tinggi. Terima kasih dan terima kasih saya katakan kepada saudara saya. Dan saat ini saya masih berkuliah dan segera selesai. Ada beberapa nasihat yang saya dengar dan membuat saya berpikiran lebih positif, yaitu:
1. Orang yang iri kepadamu itu, sebagai tanda kehidupanmu sudah lebih lebih baik dari dia.
2. Orang yang selalu iri kepadamu itu, karena dia mengagumimu dengan cara yang berbeda.
3. Orang yang iri kepadamu itu, sebagai tanda kamu selalu bisa melakukan dari apa yang tidak bisa ia lakukan.
4. Orang yang iri kepadamu itu, sebagai tanda hidupmu lebih tinggi dari kehidupannya.
5. Sudahlah, tidak usah dipikirin orang seperti itu.
6. Maafkan saja.
7. Dengan memaafkan, kamu sudah cukup menunjukkan kepadanya bahwa kamu memiliki pribadi yang baik dari dia.
8. Memaafkan juga selalu bikin kamu tenang.
9. Sudahlah, tidak usah memikirkan orang lain. Nanti mereka capek dan diam sendiri.
10. Lebih baik kamu mengejar impianmu, dan tunjukkan kepada mereka-mereka yang iri kepadamu, bahwa hidupmu selalu lebih baik.
Menurut saya tradisi atau nasihat yang diberikan orangtua ataupun keluarga tidak pernah menyesatkan, selalu yang terbaik untuk masa depan anak-anaknya. Satu ungkapan yang terbaik adalah apapun yang terjadi dalam keluarga dan apa yang membantumu mengatasi rintangan itu bukanlah hanya semata mata kemampuan otak saja tetapi seseorang yang menggengam tanganmu dan tidak melepaskannya. Pada akhirnya itulah keluarga. Bahkan bagi pahlawan pada akhirnya mereka akan kembali pada keluarga.
Rumah yang membuatmu keluar dari rumah dan lukamu akibat hidup, dan walaupun lukamu disebabkan dari keluarga, yang memegang tanganmu dan berada di sisi hidupmu sampai akhir adalah keluarga. Dan semua itu adalah keluarga. Terima kasih keluarga buat nasihat yang masih aku pegang saat ini. Love you.