Fimela.com, Jakarta Menjalani peran sebagai seorang ibu bukanlah hal yang mudah. Setiap ibu harus mampu mengaplikasikan pola mengasuh yang tepat bagi anaknya. Psikolog Klinis Monica Sulistiawati menuturkan proses belajar menjadi orangtua tidak akan pernah berakhir. Untuk itu, ibu millennial memerlukan bentuk dukungan yang optimal dari orang-orang terdekatnya. Dari suami, orangtua, dan teman sesama ibu millennial semasa menjalani peran sebagai seorang ibu. Sayangnya, suami dan orangtua sering tidak memahami apa yang dirasakan oleh ibu millennial ketika masa kehamilan maupun pasca melahirkan.
"Para suami kebanyakan berpikir dengan logika. Ketika kita mual, mereka justru akan bertanya, mual kenapa? Apa sayang dirasakan? Padahal yang kita butuhkan cuma disayang saja. Dielus punggungnya," ujar Monika Sulistiawati.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Mothercare juga menunjukkan bahwa ketidaksepahaman antara suami dan istri ketika menjalani proses sebagai orangtua, membuat akhirnya ibu millennial mencari alternatif lain untuk mendapatkan informasi. Di mana sebagian besar ibu Millennial di ibukota lebih mengandalkan teman dan media sosial sebagai sarana mencari informasi selama masa kehamilan.
Ketika sudah melahirkan justru polanya terbalik, di mana ibu millennial menggunakan media sosial sebagai sumber informasi dan teman sebagai ultra validatornya. Sementara, peran suami hanya sebagai emotional and financial supporter karena dirasa tidak mampu memahami fase kehamilan yang dialami oleh para ibu millennial.
Peran pertemanan dalam menjalani peran sebagai ibu
Orangtua dan mertua pun akhirnya berperan sebagai baby sitter untuk menjaga anak mereka. Anjuran dari orangtua dan mertua memang tidak diabaikan, namun ada beberapa hal yang menurut logika sudah tidak relevan digunakan di jaman sekarang. Seperti mitos bahwa perempuan melahirkan tidak boleh keluar rumah selama 40 hari.
Jika mengikuti anjuran tersebut akan membuat ibu millennial stres karena tidak bisa berinteraksi dengan lingkungan sosialnya lain dan akhirnya membuat ibu millennial merasa terisolasi. Belum lagi sebagai bentuk bullying yang didapat di media sosial. Hal inilah yang umumnya disebut baby blues. Jika tidak dapat ditangani selama lebih dari dua minggu, baby blues ini akan berubah menjadi depresi pasca melahirkan. Akibatnya, sang ibu bisa melukai diri sendiri, anaknya, dan suaminya.
Jika lingkaran sosial terdekatnya tidak mampu memenuhi kebutuhan psikologis ibu millennial, peran pertemanan menjadi begitu penting. Dari pertemanan ini, ibu millennial bisa berbagi cerita dan informasi soal cara mengasuh anak. Sandra Dewi pun mengaku bahwa pertemanan sesama ibu membawa dampak positif bagi dirinya.
"Teman-teman moms sangat luar biasa. Kalau punya masalah soal bayi, paling enak ngobrol sama sesama. Saya merasa di-support. Seorang ibu butuh teman curhat," ujar Sandra Dewi ketika ditemui di sebuah kesempatan.
Dampak pertemanan
Dengan adanya dukungan pertemanan dalam menjalani peran sebagai ibu dapat melemahkan stres psikologis dan memberikan dukungan kepada orang yang mengalami gejala neurotik. Sehingga orangtua mampu membangun lingkungan sosial dan hubungan yang baik di awal perkembangan emosi, intelektual, dan sosial anak hingga dewasa.
Bukan berarti dukungan suami dan orangtua menjadi tidak penting. Adanya pertemanan menjadi dukungan tambahan di tengah dukungan yang sudah didapatkan dari suami dan orangtua sebagai lingkaran sosial pertama. Karena seorang ibu millennial tetap butuh membangun jaringan sosial di luar keluarganya. Agar kehidupan sosialnya berjalan seimbang.