Fimela.com, Jakarta Nasihat orangtua atau tradisi dalam keluarga bisa membentuk pribadi kita saat ini. Perubahan besar dalam hidup bisa sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan budaya yang ada di dalam keluarga. Kesuksesan yang diraih saat ini pun bisa terwujud karena pelajaran penting yang ditanamkan sejak kecil. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba My Culture Matters: Budayamu Membentuk Pribadimu ini.
***
Oleh: Tabita Happy Diana - Semarang
Merespons Baik Setiap Ketetapan-Nya
Hai Sahabat Fimela, perkenalkan diriku seorang wanita sederhana dengan watak yang tidak mudah menyerah. Aku anak pertama di keluargaku dengan didikan yang sangat disiplin menurutku. Dari zaman aku masih usia sekolah hingga sudah dewasa ini pulang maksimal pukul sembilan malam ini masih berlaku. Mungkin dari sebagian kalian bertanya usia berapa sih kok sampai sebegitunya? Aku saat ini berusia akhir 20an dan hampir menginjak kepala tiga dengan status single. Hingga terdengar kemerduaan suara di luar sana yang mengatakan, “Woi jangan kerja terus, ingat umur!” ingin kucuci kadang mulut mereka itu.
Dulu memang orangtua tidak pernah mengizinkanku menjalin hubungan dengan laki-laki semasa sekolah maupun kuliah. Untuk itu aku seperti merasa terkekang, “Loh kenapa sih pak, bu?” nurut sekali kala itu diriku. Ketika sudah lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan diberikan nasihat mereka padaku, “Tidak usah buru-buru menikah,” kata mereka.
Tahun demi tahun kulewati dengan menyibukkan diriku kerja dan dinas ke luar kota supaya tidak terlalu monoton hidupku. Masa iya usia 25 tahun masih saya dikekang kala itu? Untuk itu aku beranikan keluar dari zona nyamanku untuk dinas ke luar kota bahkan ke luar pulau. Hingga suatu ketika aku berada di titik di mana aku tersadar bahwa usiaku sudah tak lagi muda. Di mana aku harus memikirkan hal untuk berumah tangga.
Harus Menikah dengan Pria Bertanggung Jawab
Teringat sekali nasihat orang tuaku, aku harus menikah dengan pria yang bertanggung jawab dan harus seiman dan satu suku. Entah kenapa harus begitu, pada awalnya aku tak hiraukan mereka. Semakin kesini aku semakin menyadari dan paham hingga dalam pikiranku oh iya ya bener juga ya. Namun prosesnya tak semudah suara merdu “kapan nikah?” Dikira nikah gampang? Ingin kutimpal dengan jawaban seperti itu kepada orang-orang yang mulutnya butuh deterjen. Namun, aku berterima kasih bila ini sudah menjadi ketetapanNya, akan kujalani dengan sepenuh hati perjalanan dan proses panjangku ini.
Dan aku bersyukur karena menikah itu bukan lomba makan kerupuk. Semua orang punya porsi masing-masing. Kita pun harus tahu ada hal yang tidak bisa kita pilih yaitu kita lahir di keluarga siapa, seperti apa dan bagaimana kondisi keluarga itu. Ya budaya, ya kepercayaan, ya adat istiadatnya, ya tradisi dan lain-lain didalamnya. Yang bisa kita pilih adalah merespon baik atas ketetapan Yang Maha Kuasa.
Aku bersyukur lahir di keluarga ini, dari sini aku belajar menjadi wanita jujur, kuat, mandiri, berani, dan bertanggung jawab. Setiap nasihat dan tradisi yang diwariskan setiap keluarga selalu memberi perubahan besar dalam hidup kita. Semoga tulisan ini dapat menginspirasi kalian ya Sahabat Fimela.