Orang Pintar tapi Tidak Jujur Akan Sengsara akibat Kepintarannya

Endah Wijayanti diperbarui 11 Feb 2019, 12:51 WIB

Fimela.com, Jakarta Nasihat orangtua atau tradisi dalam keluarga bisa membentuk pribadi kita saat ini. Perubahan besar dalam hidup bisa sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan budaya yang ada di dalam keluarga. Kesuksesan yang diraih saat ini pun bisa terwujud karena pelajaran penting yang ditanamkan sejak kecil. Seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba My Culture Matters: Budayamu Membentuk Pribadimu ini.

***

Oleh: Vien Astarie Wirianto - Jakarta

“Bawalah kejujuran sepanjang hidupmu.”

Aku terlahir bukan dari keluarga kaya raya tapi pas-pasan, bahkan mama harus bekerja untuk menambah penghasilan untuk kebutuhan keluarga. Almarhum papa pun hanya lulusan SMA, jadi papa bekerja di toko bangunan dengan gaji yang kecil.

Aku pun teringat sebuah nasihat dari papa, sewaktu aku menangis karena kesal dengan bos aku. Maklum baru pertama kali kerja mendapatkan pekerjaan sebagai sekretaris dan bosnya killer, nggak ada yang kuat menjadi sekretarisnya terlama itu tiga bulan.

Papa menghibur aku, “Jangan menangis, papa tahu kamu pasti sangat kesal, anggap saja kamu sedang kuliah lagi, kamu mendapatkan dosen yang killer dan rewel, tapi kuliah ini membentuk kamu menjadi mental yang kuat, setelah kamu kuat menghadapin dia, kamu akan menjadi orang yang tahan banting. Jika kamu suatu saat pindah kantor kamu akan merasa ringan ketika menghadapi bos dengan karakter yang berbeda, tapi yang harus kamu ingat sepanjang hidupmu orang bodoh tapi jujur sepanjang hidupnya tidak akan pernah mati kelaparan. Walaupun dia hanya harus menjadi kuli tapi pasti ada orang yang mau mempekerjaannya, sebaliknya orang pintar tapi tidak jujur akan sengsara akibat kepintarannya. Kamu seorang sekretaris yang dekat dengan bos, kamu harus jujur sekali, biarkan dia atau siapapun anggap kamu bodoh tapi kamu harus bangga dengan diri kamu sendiri modal kamu adalah sebuah kejujuran, walaupun terkadang sebuah kejujuran itu menyakitkan tapi orang yang menerima kejujuran akan lebih bisa menerima kejujuran itu walaupun butuh proses.”

 

 

Ilustrasi./Copyright pexels.com/@lukas-hartmann-304281

Aku pun bertanya pada papaku, “Bagaimana pa menghadapi bos yang begitu rewel?”

Papa tersenyum sambil mengelus rambut aku, “Kamu anggap saja bos kamu adalah papa kamu, layani kemauan dia, anggap saja diri kamu adalah anaknya yang sedang berbakti pada papanya, kan kamu juga tahu papamu ini juga rewel kan? Ketika papa marah, kamu diam saja kan? Tapi setelah papa reda marahnya kamu jelasin kan pelan pelan, papa pun bisa menerima penielasanmu. Cukup kamu lakukan itu, sekarang jangan menangis lagi, dan besok masuk kerja lagi, ingat pesan papa harus jujur, berbakti kamu akan menghadapi dengan ringan ketika kamu bekerja."

Dan benar saja aku menurutin nasehat papa, tanpa terasa aku bekerja di perusahan tersebut dua tahun, dan menjadi sekretaris terlama bos aku. Bos aku dan keluargannya harus pindah ke Amerika dan mereka menjual perusahaannya. Aku memutuskan untuk tidak bergabung di manajemen baru.

Sebelum acara perpisahan seluruh karyawan kantor, bos aku memanggil aku secara pribadi, “Kamu adalah sekretaris terlama saya, ternyata kamu kuat menghadapi saya, saya sangat suka dengan kinerja kamu, kamu jujur sekali, saya sudah beberapa kali mengetes kejujuran kamu. Ternyata kamu sangat jujur, bahkan melebihi apa yang saya kira, terima kasih, walaupun saya bukan atasan kamu lagi, kita tetap menjalin hubungan yang baik."

Sejak saat itu hingga sekarang dalam bekerja saya selalu membawa prinsip kejujuran walaupun ada hal hal yang menggoda saya untuk berbuat tidak jujur, saya tolak secara halus.

Nasihat almarhum papa menjadi prinsip hidup saya sampai sekarang. Sebuah kejujuran akan saya bawa sepanjang hidup saya.