Fimela.com, Jakarta Liburan ke Bali, salah satu hal yang wajib dilakukan adalah wisata kuliner, mencoba berbagai makanan khas yang tidak ada di kotamu. Salah satu makanan wajib coba adalah sate lilit. Pasti makanan ini sudah tak asing di telingamu. Meski begitu, belum banyak yang tahu seperti apa sejarah dan filosofi sate lilit hingga jadi salah satu makanan khas Bali.
Dilansir dari Wikipedia, istilah "lilit" dalam bahasa Bali dan Indonesia berarti "membungkus", seperti wujud asli sate lilit yang memang dililitkan pada tusuk sate yang tebal dan lebar dari sate biasanya yang terbuat dari batang serai atau bambu.
Sate lilit biasa dibuat untuk sesaji atau persembahan ketika mengadakan upacara keagamaan atau acara besar sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan kepada dewa. Sate lilit selalu dibuat dalam jumlah banyak atau skala besar, bahkan bisa sampai melibatkan 100 orang pria untuk membuatnya.
Proses pembuatan sate lilit ternyata sejak dulu dipercayakan dilakukan oleh pria, mulai dari meracik adonan, menyembelih hewan, melilit hingga membakarnya. Pemanggangan sate. Dari proses yang cenderung dilakukan para pria inilah, sate lilit memiliki makna filosofi yang kuat dalam kehidupan dan kejantanan pria. Bahkan jika ada pria yang tak bisa membuat sate lilit, maka akan dipertanyakan kejantanannya.
Dulunya sate lilit hanya dibuat dari daging babi dan ikan, namun karena banyak permintaan dan menysuaikan konsumen yang tak bisa makan daging babi, maka dibuat pula sate lilit dari daging sapi dan ayam.
Sate yang terbuat dari daging daging babi, ikan, ayam, daging sapi, atau bahkan kura-kura yang dicincang, ini akan dicampur dengan parutan kelapa, santan, dan bumbu khas bali, seperti dilansir dari Wikipedia.
Jadi, seperti itu sejarah dan filosofi mendalam sate lilit kahs Bali. Ada banyak jenis sate namun sate lilit khas Bali memiliki karakter uniknya sendiri.