Fimela.com, Jakarta Ada banyak jenis bubur yang menjadi warisan kuliner nusantara, muli dari bubur sumsum, bubur ayam, bubur kacang hijau, hingga bubur ketan hitam. Bubur ketan hitam terkadang dijual di beberapa rumah makan jawa atau warung-warung yang menjual bubur.
Ketan hitam yang dimasak dengan air dan gula hingga empuk dan hancur seperti bubur ini didampingi dengan kuah santan yang dituang di atas bubur ketan yang masih hangat. Bukan hanya mengenyangkan, bubur ketan hitam juga memiliki sejarah dan filosofi yang kental akan makna baik.
Seperti kebanyakan hasil panen zaman dulu, ketan hitam juga sudah ada sejak zaman kerajaan Majapahit, sebagai hasil olahan pangan yang saat itu cukup mahal jika dibandingkan dengan beras biasa. Seperti dilansir dari Kompas Lifestyle, dikatakan oleh Chef Ucu Sawitri bahwa ketan adalah salah satu bahan pangan khas Indonesia yang sudah ada sejak zaman Majapahit.
Pada awalnya ketan hitam hanya dikonsumsi para raja, namun seiring perkembangannya, ketan hitam sudah lebih mudah didapat dengan harga yang terjangkau sehingga bubur ketan hitam bisa dinikmati siapa saja.
Bubur ketan hitam memiliki makna filosofis kebersamaan dan menyatukan. Karena sifat beras ketan yang lengket, seringkali beras ketan dimasak untuk acara seperti pernikahan dengan doa dan harapan bisa merekatkan tali kasih sepasang pengantin dan bisa menjalani pernikahan yang awet.
Dengan rasa manis dan gurih, bubur ketan hitam menjadi makanan khas yang tak bisa diabaikan perannya dalam tradisi Jawa. Jadi, seperti itu sejarah dan filosofi bubur ketan hitam khas Jawa yang memiliki rasa manis gurih dan lembut di mulut.