Lebih Murah Senyum demi Hidup yang Lebih Bermakna

Endah Wijayanti diperbarui 12 Jan 2019, 16:59 WIB

Fimela.com, Jakarta Apapun mimpi dan harapanmu tidak seharusnya ada yang menghalanginya karena setiap perempuan itu istimewa. Kita pun pasti punya impian atau target-target yang ingin dicapai di tahun yang baru ini. Seperti kisah Sahabat Fimela ini yang kisahnya ditulis untuk mengikuti Lomba My Goal Matters: Ceritakan Mimpi dan Harapanmu di Tahun yang Baru.

***

Oleh: Dina Nabila - Tangerang Selatan

2019. Ini adalah tahun keduaku kuliah. Setiap hendak ke suatu tempat di dalam kampus, rutinitasku selalu sama, yaitu naik odong-odong kampus. Angkutan yang rajin berkeliling di kampus tempatku menimba ilmu ini selalu siap mengantar penumpangnya ke tempat tujuan masing-masing. Semua kalangan, tanpa batasan usia, tak ada larangan untuk menaikinya.

Pernah suatu hari saat naik odong-odong, aku bertemu dengan seorang gadis kecil yang manis. Senyumnya mengembang saat tatapan kami saling beradu. Karenanya, mau tak mau aku balas melontarkan senyuman. "Ah... walau sebentar, kenapa rasanya begitu bahagia setelah tersenyum kepada orang yang tak kukenal?" batinku.

Ketika odong-odong mulai berjalan, diam-diam kupandang wajah si gadis kecil. Pandangannya tertuju ke luar jendela. Senyum tipisnya mengembang. Wajahnya pun terlihat teduh, seakan dunia begitu indah tanpa beban. Sungguh berbeda dengan penumpang lain di sekitar kami, yang sebagian besar hanya sibuk dengan gawainya masing-masing. Kuperhatikan setiap wajah yang duduk di sekitarku. Ada yang tanpa ekspresi. Ada yang melamun. Bahkan ada juga yang merengut, mungkin efek revisi skripsi yang bertubi-tubi.

Aku pun sadar, aku sudah tertular satu dari sekian banyak virus manusia zaman sekarang. Sikap acuh tak acuh saat berpapasan dengan orang tak dikenal telah tumbuh dalam diriku. Memang, ketika kita bertemu dengan orang yang tak asing, sudah jadi hal yang lumrah jika ada interaksi saling sapa dan lempar senyum. Namun sudah jadi hal yang berbeda ketika kita berpapasan dengan orang tak dikenal. Masing-masing hanya menunjukkan ekspresi datar. Tanpa senyum, tanpa sapa.

Sebenarnya, teman-teman di kampus telah mencapku sebagai orang yang pendiam. Itu memang benar adanya. Butuh waktu yang sangat lama bagiku untuk bisa memulai suatu percakapan. Hal yang wajar, karena aku sangat pemalu dan kurang percaya diri. Dan sekarang si gadis kecil odong-odong telah menyadarkanku. Tentang satu hal yang mungkin sudah dilupakan banyak orang, namun sangat bermakna. Ah, benar-benar. Pertemuan dengannya seakan telah menampar diriku. Aku ini... jarang tersenyum.

Kini tak ada lagi alasan untuk terus berada di zona nyaman. Tahun ini telah kutetapkan satu impian yang pasti. Andai aku bertemu gadis kecil itu lagi, aku harus berterima kasih padanya. Ia telah menularkan virus kebahagiaannya melalui senyuman. Harapanku, kebahagian kecil ini dapat mewabah hingga ke seluruh penjuru muka Bumi. So, what’s my goal? Yup, bertransformasi menjadi murah senyum dan menebar virus kebahagiaan kepada semua orang!