Berkarier dan Menjadi Ibu Rumah Tangga, Menjalani Keduanya Tidaklah Mudah

Endah Wijayanti diperbarui 11 Jan 2019, 09:29 WIB

Fimela.com, Jakarta Apapun mimpi dan harapanmu tidak seharusnya ada yang menghalanginya karena setiap perempuan itu istimewa. Kita pun pasti punya impian atau target-target yang ingin dicapai di tahun yang baru ini. Seperti kisah Sahabat Fimela ini yang kisahnya ditulis untuk mengikuti Lomba My Goal Matters: Ceritakan Mimpi dan Harapanmu di Tahun yang Baru.

***

Oleh: Nila Maulana - Malang

Belajar, Berkarya, dan Berbagi adalah Tiga Harapan Terbesarku Tahun Ini

Wanita karier dan ibu rumah tangga, menjalani keduanya tidaklah mudah. Mungkin itulah yang memicu munculnya kebiasaan buruk saya: membentak anak. Barangkali kebiasaan tersebut juga dilakukan oleh ibu-ibu yang lain. Anak saya masih berusia 4 tahun. Hampir setiap hari saya membentaknya ketika ia melakukan kesalahan-kesalahan kecil. Hingga suatu waktu, ketika saya sedang menyelesaikan pekerjaan rumah tangga tingkah si kecil membuat saya marah sontak saya kembali membentaknya. Ia dengan wajah iba sambil kedua matanya bercucuran air mata menimpali yang demikian kepada saya.

“Ibu sayang aku apa tidak? Kok marah-marah terus?”

Saya tercengang dan seketika kalimat itu menjadi tamparan keras bagi saya. Benarkah saya sejahat itu di mata anak saya sendiri? Sebenarnya saya sudah sering mendapat teguran dari orangtua dan suami perihal kebiasaan tersebut. Kebiasaan saya ini berbanding terbalik dengan suami. Ia lebih pandai dan bijak mengelola emosinya. Caranya bersikap kepada si kecil dalam keadaan paling mengesalkan pun masih bisa dikendalikan.

 

What's On Fimela
Ilustrasi./Copyright unsplash.com/sharon mccutcheon

Sebenarnya saya pernah mencoba mencontoh sikap suami, tetapi mengubah kebiasaan tidaklah mudah. Harapan saya mulai tahun ini saya ingin belajar mengelola emosi kepada anak. Sebagai usaha untuk mengubah kebiasaan jelek tersebut, saya mulai belajar menahan emosi. Saya selalu mengingat kalimat yang pernah diucapkan si kecil tersebut setiap kali emosi akan meletup serta berusaha untuk memeluk si kecil ketika ia bertingkah yang mengesalkan.

Selain sebagai ibu dan seorang istri, saya berprofesi sebagai seorang guru dengan rutinitas: hadir di ruang kelas, mengabsen kehadiran siswa, menyampaikan materi, membina, membenarkan, dan meluruskan mereka yang salah. Rutinitas tersebut sudah saya jalani kurang lebih selama tujuh tahun. Sejauh ini, semua rutinitas itu terasa ada yang kurang. Dulu semasa saya masih kuliah, dalam satu mata kuliah, dosen kami hampir setiap pertemuan selalu menunjukkan kepada kami buku-buku hasil karyanya. Maka timbul rasa kagum saya kepada beliau. Tak henti beliau juga mendorong kami untuk gemar membaca, menulis, dan menulis.

Siswa saya, mereka juga membutuhkan motivasi yang dapat menginspirasi. Meskipun motivasi dan inspirasi itu bisa dihadirkan melalui kisah dan pengalaman orang lain, tetapi saya percaya inspirasi yang bersumber dari guru mereka sendiri akan lebih menghidupkan mereka. Oleh karena itu saya juga perlu mengembangkan keterampilan untuk bisa berkarya. Itulah yang melahirkan sebuah harapan saya pada tahun ini untuk menjadi guru yang bisa menginspirasi siswa melalui tulisan.

Melihat minat baca siswa yang begitu rendah timbul angan-angan saya seandainya di perpustakaan sekolah terdapat buku hasil karya guru mereka sendiri barangkali mereka akan lebih tertarik untuk mengetahui isinya sehingga mereka lebih antusias untuk membaca dan mengunjungi perpustakaan. Atau barangkali sebuah koran harian memuat tulisan salah seorang guru, bisa jadi mereka akan tertarik berkunjung ke perpustakaan untuk membaca koran tersebut. Memang tidak mudah mewujudkan itu semua tetapi mulai tahun ini saya sedang berusaha untuk mendispinkan diri untuk menulis setiap hari, mengikuti kelas menulis online, mengikuti lomba menulis, dan mengirimkan tulisan ke media.

Harapan berikutnya adalah membantu mewujudkan keinginan nenek untuk pergi ke tanah suci. Bagi saya nenek tak ubahnya seperti ibu saya sendiri. Beliau adalah wanita hebat dan mandiri karena telah membesarkan ibuku dan membiayai hidupnya seorang diri. Kakek meninggalkannya dan lebih memilih hidup dengan wanita lain ketika usia ibu masih kecil. Bekerja sebagai buruh di pabrik tenun, buruh tani, berjualan kerupuk, hingga berjualan rujak dan gorengan telah dilaluinya demi menghidupi ibu, putri tunggalnya.

Rupanya nenek berjodoh dengan usaha berjualan rujak. Dari usaha kecil-kecilan itu nenek berhasil membangun warung kecil dan rumah. Sekarang pada usia yang sudah senja, mulai timbul keinginan nenek untuk berangkat umrah. Nenek tak mau berpangku tangan hanya dengan mengandalkan pemberian saya dan ibu. Hingga kini pada usia yang menginjak hampir 80 tahun, alhamdulillah nenek masih diberi kesehatan dan masih giat berjualan. Jika menuruti kebutuhan memang tidak akan ada habisnya. Usaha membantu pembiayaan nenek untuk umrah sudah saya coba pada tahun sebelumnya tetapi tidak berkelanjutan. Saya memberi bantuan ketika kondisi finansial lebih. Namun mulai tahun ini saya mengharuskan diri untuk menyisihkan penghasilan secara teratur. Semoga apa yang menjadi keinginan nenek bisa segera tercapai.