Mengenal Sejarah Nasi Kuning, Doa Baik dari Tradisi Jawa

Febi Anindya Kirana diperbarui 09 Jan 2019, 13:06 WIB

Fimela.com, Jakarta Orang Indonesia pasti sudah umum mengetahui nasi kuning. Nasi yang dimasak dengan bumbu kunyit ini memang memiliki citarasa khas yang gurih dan bikin ketagihan. Seringkali nasi kuning disajikan untuk momen-momen khusus seperti perayaan atau syukuran.

Meski sudah cukup umum, namun belum banyak orang yang mengetahui seperti apa sebenarnya sejarah makanan tradisional ini. Dilansir dari Wikipedia, warna kuning pada nasi kuning dalam tradisi Indonesia melambangkan emas yang bermakna kekayaan.

Nasi kuning yang sering dibentuk segitiga seperti gunung atau sering disebut tumpeng, melambangkan gunung emas, kemakmuran hidup serta moral yang luhur. Diharapkan, dengan adanya nasi kuning dalam perayaan, bisa membawa banyak berkah kekayaan dan diberi kemakmuran hidup karena harta yang melimpah.

Oleh karena itu, nasi kuning dalam bentuk tumpeng sering menjadi sajian utama dan sakral yang disajikan pada acara syukuran, atau momen bahagia lainnya seperti kelahiran, ulang tahun, tunangan, pernikahan dan lainnya.

Asal nasi kuning sendiri sebenarnya dari Jawa, meski banyak sajian nasi kuning di berbagai daerah, namun pengaruhnya dari Jawa. Kini mayoritas orang Indonesia sudah sangat umum dengan sajian nasi kuning untuk berbagai perayaan.

Dalam tradisi Bali berbeda lagi, warna kuning ini merupakan salah satu dari empat warna keramat yang menjadi kepercayaan atau keyakinan, selain warna putih, merah dan hitam. Nasi kuning seringkali menjadi sajian ketika diadakan Upacara Kuningan.

Jadi, sebenarnya orang Jawa zaman dulu memang penuh pertimbangan saat menciptakan dan menyajikan nasi kuning sebagai sajian istimewa. Nasi kuning bukan hanya punya makna baik namun juga doa untuk orang yang menikmatinya dan merayakan hari bahagia.