Usia Terus Bertambah, Cari Pekerjaan Makin Susah tapi Harapan Selalu Ada

Endah Wijayanti diperbarui 04 Jan 2019, 15:32 WIB

Fimela.com, Jakarta Apapun mimpi dan harapanmu tidak seharusnya ada yang menghalanginya karena setiap perempuan itu istimewa. Kita pun pasti punya impian atau target-target yang ingin dicapai di tahun yang baru ini. Seperti kisah Sahabat Fimela ini yang kisahnya ditulis untuk mengikuti Lomba My Goal Matters: Ceritakan Mimpi dan Harapanmu di Tahun yang Baru.

***

Oleh: A - Medan

Menjadi sarjana, bekerja lalu menikah dan membina sebuah keluarga. Kira-kira begitulah rencana masa depan yang setiap orang punya. Sama sepertiku, setelah menyelesaikan kuliah dan menjadi sarjana adalah hal yang wajar jika aku ingin segera menemukan pekerjaan. Punya penghasilan sendiri dan berusaha tidak merepotkan kedua orang tua bahkan kalau bisa ikut membantu mereka membiayai pendidikan si bungsu kami. Namun, semesta sepertinya ingin menguji lebih lama lagi.

Setelah tamat kuliah tahun 2014, pekerjaan tidak kunjung datang menghampiri. Ratusan lamaran sudah dikirim. Beberapa merespon dengan baik dan memberikan kesempatan mengikuti tahapan interview dan psikotest sesuai dengan prosedur. Lagi-lagi gagal menghampiri. Terus mencoba, namun sepertinya keberuntungan bekerja di perusahaan-perusahaan tersebut belum menghampiri. Waktu berlalu, umur pun bertambah. Semua bidang dicoba, bahkan yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan pun tetap dijajal. Hal yang sama terulang lagi, gagal,dan gagal lagi.

Sepertinya jatah gagalku banyak sekali. Sampai di tahun 2018 lalu, 4 tahun penuh aku melamar pekerjaan ke sana kemari. Menerima panggilan pekerjaan, yang lebih sering berakhir pada tahap interview atau psikotest saja. Entah apa yang salah. Entah aku yang dinilai terlalu tidak kompeten atau memang nasib saja yang belum memihak. Sampai pada pertengahan tahun, mencoba bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang teknologi informasi, tepatnya bagian marketing.

Dua minggu, tanpa digaji, lalu karena tidak memenuhi target akhirnya diberhentikan. Saat itu aku merasa dunia benar-benar sedang membenciku. Tuhan sepertinya sedang menguji kesabaran. Bertahun-tahun berstatus jobseeker, rasanya marah sekali kenapa tidak diberi kesempatan seperti orang lain. Teman-teman seangkatan sepertinya menjalani masa depan mereka dengan lancar. Sementara aku terjebak di situasi tanpa pekerjaan ini hampir 4 tahun. Aku marah sekali saat itu. Iya, aku marah karena Tuhan tidak adil. Aku sedih karena Tuhan sepertinya tidak mendengar doa-doaku.

 

 

 

What's On Fimela
Ilustrasi./Copyright pexels.com/juan pablo arenas

Tidak punya pekerjaan di usia yang sudah lebih dari seperempat abad membuatku minder. Tidak percaya diri ini datang dan menetap lama. Aku hampir tidak pernah mau diajak bertemu dengan sanak keluarga yang lain, karena takut akan ditanya sudah kerja di mana. Aku enggan diajak bertemu dengan teman-teman yang lain, hanya karena tidak mau melihat raut wajah mereka yang berubah saat aku bilang masih mencari pekerjaan sementara mereka mungkin sudah punya posisi bagus di tempat mereka bekerja.

Aku menutup diri terhadap dunia. Jendelaku hanya dunia digital. Dan itu membuat semuanya semakin buruk. Update berita terbaru tentang kehidupan orang lain membuatku iri bukan main. Tanpa sadar aku memenuhi diri sendiri dengan energi negatif. Mengeluh menjadi hobiku, menyalahkan keadaan jadi jalanku untuk meyakinkan diri kalau aku memang tidak layak untuk sesuatu yang baik. Berat badanku sempat turun, jarang makan karena memang tidak ada nafsu makan sama sekali, begadang untuk sesuatu yang tidak penting. Aku seperti orang depresi.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/jeshoots

Selama masa-masa itu, ada satu pelarianku yang lain. CRAFTING. Aku suka melihat barang-barang lucu, warna-warni, namun karena masih “miskin” tentu saja tidak bisa memiliki semua itu. Dan aku selalu berusaha membuat “replika”-nya. Tidak sama persis, tapi benda-benda itu kubuat dari benda-benda tidak terpakai yang ada di sekitarku. Aku mulai suka mengumpulkan benda-benda tidak terpakai seperti botol plastik, potongan-potongan kain perca, kepingan CD yang tidak terpakai, bahkan sampai sedotan plastik.

Aku mendaur benda-benda yang mungkin untuk orang lain hanyalah sampah. Aku menikmati saat itu, tenggelam dalam pikiran kreatif tentang bagaimana misalnya mendaur ulang botol kemasan air minum menjadi wadah tempat kancing atau plastik bekas menjadi bunga. Setelah benda-benda itu berubah fungsi dan bentuk, ada kepuasan tersendiri. Seperti candu, rasanya menyenangkan. Berbekal ilmu tutorial dari internet aku rajin mengasah kemampuanku menciptakan karya baru. Amati, tiru, dan modifikasi.

Tanpa sadar aku lupa tentang rasa sakitku karena menjadi pengangguran berijazah ini. Menjelang Natal, orderan pertamaku datang. Temanku ingin memesan ornamen Natal untuk hadiah tukar kado di tempatnya bekerja. Aku yang sebelumnya hanya sekadar menghabiskan waktu luang yang banyak, akhirnya sadar apa yang aku lakukan ini ternyata peluang. Rp 50.000 pertamaku mendarat mulus untuk selusin ornamen Natal sederhana yang aku buat. Aku senang bukan main. Ini penghasilan pertamaku setelah bertahun-tahun menjadi si pencari kerja.

Ilustrasi./Copyright pexels.com/freestocks.org

Di akhir 2018, melihat beberapa tahun belakangan yang penuh dengan keluhan, amarah, dan air mata rasanya menyisakan penyesalan dan malu. Aku yang kurang bersyukur atas apa yang sebenarnya Tuhan sudah beri. Ia sudah siapkan satu pintu lain di saat pintu kesempatan lain tertutup rapat. Ia memberikan kreativitas yang bisa kutukar dengan rupiah. Selama ini aku hanya fokus padarasa gagal dan iri hati sampai tak mampu melihat semua hal baik yang Tuhan beri.

2019 masih akan berlanjut 362 hari lagi. Itu artinya aku masih punya 362 hari penuh kesempatan untuk aku manfaatkan setiap harinya. Resolusi 2019 pertama ku adalah BELAJAR BERSYUKUR dan IKHLAS. Ikhlas bahwa rezekiku mungkin bukan datang sama seperti teman-teman yang lain, tapi pasti selalu sudah disiapkan Tuhan. Bersyukur bahwa aku masih bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah dari hobi. Pekerjaan yang paling menyenangkan adalah hobi yang dibayar.

Ilustrasi./Copyright shutterstock

Resolusi keduaku adalah MENGUBAH POLA PIKIR dan MEMANFAATKAN KESEMPATAN, TAK PEDULI KALAU AKU MUNGKIN AKAN GAGAL DAN MENGULANG KEMBALI. Belajar mencoba sampai aku menemukan formula yang tepat untuk sukses versiku sendiri bukan berdasarkan standar sukses orang lain.

Resolusi ketigaku adalah MENJADIKAN HOBI CRAFTING-KU BERMANFAAT BAGI ORANG LAIN. Tidak akan cepat, aku tahu. Tapi bukankah perjalanan ribuan kilometer dimulai dari sebuah langkah kecil.

Aku tahu perjalanan menuju sukses ini masihlah panjang, akan ada banyak lagi yang harus aku hadapi di depan sana nanti. Tapi, selama aku berserah, ikhlas, dan tidak mudah menyerah, aku tahu Tuhan mampukan aku sampai di garis finish nanti, sampai aku bisa merayakannya sebagai pemenang.