Social Designee, Menikmati Indahnya Hidup dengan Mengajar Anak-anak di Perkampungan

Gadis Abdul diperbarui 21 Des 2018, 09:17 WIB

Fimela.com, Jakarta Kalau ada kemauan pasti ada jalan dan mereka yang memiliki niat baik pasti akan selalu diberi kemudahan. Itulah sebuah ungkapan yang selalu menjadi penyemangat Ryan Sucipto ketika ia memantapkan diri untuk mengajar anak-anak di sebuah perkampungan yang berada di Tangerang, Banten.

Ryan Sucipto adalah pendiri komunitas Social Designee, yakni komunitas sosial berbasis kreativitas yang secara khusus mengajar anak-anak di perkampungan. “Sekarang sudah ada 18 kampung di Tangerang yang kita bina bersama 1200 relawan yang semuanya adalah anak-anak muda yang berasal dari wilayah Jabodetabek,” jelas Ryan kepada Fimela.com.

Sekarang memang sudah ada ribuan orang yang membantu Ryan untuk mengajar anak-anak di perkampungan, hal tersebut berbanding terbalik ketika Ryan untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di perkampungan yang akan ia tuju. “Awalnya sendiri, empat minggu pertama kunjungan ke desa, ngajarin anak-anak, semua sendiri,” ceritanya.

Social Designee mengajari anak-anak dengan cara yang menyenangkan. (dok. Social Designee)

“Teman-teman nggak mau ikut awalnya. Sudah aku ajakin, tapi mereka bilangnya,’nggak mau ah, ke kampung jorok, ke kampung juga nggak tahu mau ngapain,” tambah pria berusia 22 tahun tersebut. Tapi Ryan tak patah semangat dan usahanya untuk merayu teman-temannya bergabung di Social Designee berhasil. Hingga kini para anggota atau relawan yang terlibat dalam kegiatan Social Designee terus bertambah.

Mendirikan Social Designee sejak 2015, Ryan ingin komunitas yang dibentuknya ini berfokus untuk melakukan kegiatan sosial yang berkaitan dengan seni dan desain dimulai dengan mengajari anak-anak untuk menggambar dan mewarnai. “Ada pesan moral yang ingin disampaikan di balik gambar tersebut, seperti toleransi atau pun tidak membuang sampah sembarangan,” terang pria yang masih berstatus mahasiswa design di Universitas Multimedia Nusantara (UMN) ini.

Anggota Social Designee bersama para murid. (dok. Social Designee)

Karya anak-anak tersebut nantinya oleh para anggota Social Designee akan di desain ulang hingga menjadi produk yang diterima oleh market. “Dari karya mereka kita bisa buat cover buku, gantungan dan sebagainya. Hasil uangnya buat dana untuk mengajar. Awalnya dananya kan modal sendiri atau ada relawan yang ngasih,” terang Ryan.

Komunitas Social Designee berharap bahwa nantinya akan ada lebih banyak anak-anak yang mereka ajar. “Kedepannya kita mau ekspansi ke Serang dan seluruh Banten. Jakarta juga kita mulai jangkau. Apalagi anak-anak Jakarta pasti juga butuh akses pendidikan kreativitas,” tegasnya.

2 dari 2 halaman

Berawal dari Kehidupan Anak yang Tertutup

Anggota komunitas Social Designee tengah memberikan pelajaran. (dok. Social Designee)

Harus diakui tidak banyak anak muda seperti Ryan Sucipto yang mau menghabiskan akhir pekannya untuk mengajar anak-anak di perkampungan. Dan ternyata Ryan punya alasannya sendiri. Kepada Fimela.com, Ryan bercerita bahwa awalnya ia adalah seorang remaja yang sangat tertutup yang bahkan sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya sendiri.

“Empat tahun yang lalu aku nggak pernah membayangkan jadi aktivis sosial, aku sangat introvert. Benar-benar dari kecil dikekang di rumah. Aku cuma tahu rumah aku, sekolah, dan tukang nasi goreng,” cerita Ryan. Singkat cerita Ryan harus menerima kenyataan ayah dan ibunya tidak dapat lagi bersama. Saat itulah ia semakin merasa sendirian di dunia ini.

“Titik balik hidup aku adalah waktu aku pertama kali ke panti asuhan, di panti asuhan aku ngajar anak-anak kreativitas. Aku ngajar mereka bikin origami. Di origami anak-anak itu menulis mimpi mereka dan seorang anak yatim piatu mengubah hidup aku,” cerita Ryan. Seorang anak yatim-piatu membuka mata hati Ryan, ia pun sadar bahwa kehidupan haruslah disyukuri.

Social Designee.

“Anak itu menulis cita-citanya, katanya,’saya ingin menjadi orang yang lebih bermanfaat supaya teman-teman saya tidak menderita seperti saya’. Itu mimpi anak yang sudah nggak punya orang tua. Saya langsung berpikir orangtua saya masih ada, cuma berantem doank, dua-duanya masih sehat,” ungkap Ryan.

Sejak saat itu Ryan mengaku bisa memandang hidup dengan lebih baik lagi dan sejak saat itu pula ia mendapatkan semangat untuk membangun komunitas Social Designee. “Saya belajar dari anak-anak ini, sejak saat itu saya merasa setiap saya di Social Designee saya belajar lebih baik, lebih bisa mengembangkan diri,” pungkasnya.