Era Victoria di Inggris dimulai pada tahun 1837 sampai tahun 1901. Pada masa itu, pernikahan dianggap sebagai suatu fase paling penting dalam hidup seorang wanita. Sebagian besar wanita tidak memiliki hak untuk hidup sendiri atau tidak menikah terkait pernikahan sebagai suatu kebutuhan demi kelangsungan hidup.
Seperti yang terlansir dari laman webpage.pace.edu, pencegahan masyarakat akan keinginan wanita untuk hidup mandiri membuat wanita seakan-akan bergantung pada pendapatan atau penghasilan pria.
Wanita digambarkan sebagai makhluk yang dikelilingi oleh hukum-hukum yang melarang mereka untuk memasuki dunia kerja yang bisa menyokong kehidupan individual mereka, tidak memiliki hak milik, dan oleh karena itu mereka harus menikah.
Apapun yang diinginkan seorang wanita tidak akan memiliki arti penting karena mereka hanya akan menjadi istri yang nantinya akan sangat bergantung pada suaminya.
Hal selanjutnya yang dinilai paling penting pada masa itu mengenai istri yang baik adalah adalah mengenai keperawanan. Namun keperawanan saja ternyata tidak cukup karena wanita juga diharuskan suci secara mental sampai waktu akhirnya mereka dilamar.
Kriteria-kriteria seperti ini ternyata tidak diberlakukan untuk kaum pria karena mereka dianggap berhak atau diijinkan untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah bahkan juga melakukan perselingkuhan.
Hal-hal semacam itu yang menjadi potret masyarakat dan cara mereka menyikapi wanita sebagai makhluk yang harus diatur dan dikontrol.
Oleh: Ardisa Lestari
(vem/riz)