Agama merupakan salah satu cara manusia merenungi kehidupan dalam dialognya dengan sang Penguasa. Tidak terkecuali, tentang perkara seks ya, Ladies. Asal muasal seksualitas selalu menarik perhatian setiap insan untuk ditelaah lebih lanjut, apalagi dalam konteks agamanya.
Menurut agama Yahudi, yang dijelaskan dalam jewfaq.org, hasrat atau keinginan seksual datang dari Yetzer Ra, atau dorongan pikiran jahat. Namun, dorongan seksual ini dianggap tidak lebih ‘jahat’ daripada rasa lapar atau haus, yang juga datang dari Yetzer Ra. Seperti halnya hawa nafsu berupa lapar, haus, dan berbagai insting dasar manusia lainnya, dorongan seksual harus dikendalikan atau dialihkan nih, Ladies.
Keinginan nafsu seksual, menurut agama Yahudi, harus bisa dialihkan sedemikian rupa hingga bisa dipuaskan atau dipenuhi dalam waktu, tempat, dan cara yang layak. Namun, tidak selamanya hubungan seksual ini ‘evil things’ lho, Ladies. Jika hasrat seksual dipenuhi dalam hubungan suami istri yang layak yang didasarkan pada hubungan cinta dan gairah yang mutual, maka seks akan menjadi mitzvah atau perintah Tuhan.
Hubungan mutualisme antara kedua belah pihak ini dianggap sangat penting lho, Ladies. Karena, jika seks dilakukan untuk kepuasan pribadi tanpa memperhatikan kepuasan pasangannya, maka hubungan seksual tersebut dianggap salah dan jahat, meskipun mereka adalah suami istri yang sah. Jadi, suami tidak boleh memaksa istrinya untuk bersetubuh dengannya. Pun, para pasangan Yahudi juga tidak boleh bercinta ketika mabuk atau bertengkar, karena bisa jadi salah satu pihak tidak merasa nyaman dengan hubungan intim tersebut. Wah, kalau pasangan itu berbaikan melalui seks, bagaimana ya, Ladies?
Oleh: Adienda Dewi S.
(vem/riz)