Seperti agama samawi turunan ajaran Nabi Ibrahim lainnya, agama Yahudi juga menempatkan sperangkat hukum dan aturan khusus mengenai hubungan seksual suami istri. Ya Ladies, sepertinya kedudukan seks dalam agama Yahudi pun hampir mirip dengan Kristiani dan Islam, yang melarang hubungan seks pra-nikah.
Dilansir dalam jewfaq.org, dalam Yahudi, hubungan seksual hanya boleh dilakaukan dalam lembaga pernikahan. Seks bukanlah semata-mata pengalaman akan kepuasan seksual dan kesenangan duniawi, namun juga merupakan sebuah aksi yang mempunyai dampak yang besar. Menurut agama Yahudi, hubungan seksual menuntut komitmen dan tanggung jawab penuh.
Karena itulah Ladies, agama Yahudi secara tegas melarang terjadinya hubungan seksual di luar nikah, karena tidak adanya kepastian akan komitmen dan tanggung jawab yang disyariatkan dalam konteks hubungan seksual tersebut. Sebagai implikasinya, berbagai kontak seksual yang menjurus pada intercourse atau persetubuhan pun juga dilarang. Contohnya, bercumbu, petting, saling meraba, dan sejenisnya. Karena, akan sangat sulit, dan bahkan hampir tidak mungkin, menghindari godaan intercourse ketika sepasang kekasih telah melancarkan cumbuan, petting, dan sebagainya.
Penekanan akan tanggung jawab dan komitmen dalam hubungan seksual ini didasarkan pada Taurat, dimana hubungan seksual diantara suami istri berakar dari sebuah kata dalam bahasa Ibrani, Yod-Dalen-Ayin, yang berarti “untuk mengetahui”. Kata ini dengan begitu jelas menggambarkan konsep seksualitas yang pantas menurut Yahudi, yang melibatkan baik hati dan pikiran, bukan hanya sekedar tubuh belaka. Apakah Anda setuju dengan konsep ini, Ladies?
Oleh: Adienda Dewi S.
(vem/riz)