Dalam era modern ini, foreplay sangat populer sebagai bentuk aktivitas seksual yang diinginkan baik oleh pihak laki-laki maupun perempuan ya, Ladies. Bahkan, bagi sebagian besar wanita, foreplay ini mutlak dilakukan agar organ intim wanita berada dalam kondisi siap untuk persetubuhan dan memudahkannya mencapai kenikmatan seksual.
Namun, tidak demikian halnya dengan seksualitas masyarakat Hawaii kuno. Menurut mereka, hal ini tidaklah penting. Dalam cerita-cerita kuno yang disampaikan oleh hawaii.edu, dikisahkan banyak wanita dan pria dewasa yang bertemu di antara semak belukar, di jalanan, atau di pantai yang terpencil dan kemudian langsung melakukan hubungan intim tanpa percakapan yang terlalu banyak ataupun cumbuan pendahuluan.
Aksi sejenis juga ditemukan di kepulauan Oceania yang lain, seperti Mangaina dan Marquesas. Namun, dengan minimnya foreplay, ternyata tidak disebutkan adanya kesulitan pencapaian orgasme bagi kedua belah pihak. Karenanya, dalam kehidupan sehari-hari pun mereka tidak mengenal berbagai macam foreplay yang sering Anda temukan di internet. Namun, baik pria maupun wanita di masyarakat tradisional itu dapat mendapatkan orgasme dengan mudah dan sering.
Berkaitan dengan itu Ladies, orgasme juga menempati peranan penting dalam kehidupan seksual masyarakat ini. Bahasa Hawaii untuk orgasme adalah “le’a”, yang berarti kesenangan atau kebahagiaan. Istilah ini disesuaikan dengan tradisi mereka yang menganggap interaksi seksual sebagai sumber kebahagiaan dan kepuasan yang mutual. Tambahan lagi, tidak ada posisi yang dilarang dalam intercourse, begitu pula, foreplay pun tidak diwajibkan; yang utama adalah kedua belah pihak yang terlibat dalam hubungan intim tersebut dapat mencapai kepuasan bersama melalui orgasme. Setujukah Anda, Ladies?
Oleh: Adienda Dewi S.
(vem/riz)