Sebagaimana dijelaskan pada laman psychology.ucdavis.edu, homoseksualitas adalah salah satu dari tiga kategori utama orientasi seksual, bersama dengan biseksualitas dan heteroseksualitas, dalam kontinum heteroseksual-homoseksual. Homoseksualitas sendiri adalah rasa ketertarikan romantis dan/atau seksual atau perilaku antara individu berjenis kelamin atau gender yang sama.
Banyak yang beranggapan bahwa orang dengan orientasi seksual pada sesama ini adalah orang yang ’sakit’, abnormal dan menderita gangguan jiwa. Namun saat ini, para ahli telah menekankan bahwa dalam persepsi psikologi tidaklah seperti itu. Secara resmi homoseksual sudah tidak dianggap penyimpangan mental.
Homoseksualitas, biseksualitas maupun heteroseksualitas kini bahkan dikategorikan sebagai bagian dari identitas diri seseorang. Sedangkan identitas diri perlu dibedakan dengan perilaku, karena identitas diri bersifat netral dan perlu diterima sebagaimana adanya, tetapi perilaku dapat bersifat positif, negatif, netral, dan lain-lain.
Atas alasan tersebut, maka sikap homofobia yang menyisihkan, melecehkan, diskriminasi dan mendapat perlakuan kekerasan pada kaum LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) harus dihilangkan. Bagaimanapun kaum gay adalah manusia biasa yang juga bagian dari masyarakat.
Upaya untuk berempati yakni kemampuan untuk mengerti, menghayati dan menempatkan diri di tempat mereka yang terpinggirkan perlu dikembangkan. Hal inilah yang sangat perlu untuk disosialisasikan pada masyarakat, karena pada dasarnya, kaum gay juga punya hak asasi layaknya manusia biasa. Bukankah perbedaan tidak harus dibarengi dengan pertentangan dan penindasan?
Oleh: Krisan Kirana