Seks Dalam Kesusastraan Jawa Klasik (Bagian 1)

Fimela diperbarui 16 Jul 2014, 09:33 WIB

Ladies, masalah seksualitas adalah masalah yang masih dipandang tabu dalam kehidupan masyarakat Indonesia sebagai bagian dari bangsa Timur, termasuk dalam kesusastraan modern yang berkembang di negeri ini. Tahukah Anda jika ke-tabu-an ini sangat bertolak belakang dengan apa yang dibahas dalam kesusastraan lama? Jawa klasik misalnya, yang merupakan bagian dari karya sastra lama di Nusantara ini.

Srinthil.org menyebutkan di mana di dalam karya-karya sastra Jawa Klasik, terutama yang digolongkan sebagai karya susastra (belles-lettres) – hal yang berkaitan dengan seksualitas hampir selalu disajikan dan memainkan peranan yang cukup penting. Di masa ini, seksualitas dianggap sebagai salah satu aspek dari konsep keindahan dalam sebuah karya atau merupakan salah satu unsur pembangun struktur naratif sebuah teks.

Periode paling awal dari kesusastraan Jawa adalah periode Jawa Kuno. Menurut Th.Pigeaud, seperti dikutip srinthil.org, dalam bukunya Literature of Java (Pigeaud, 1967: 4-6) sastra Jawa Klasik diperkirakan telah ada sejak masa pra-Islam, yaitu pada tahun 900 Masehi.

Penyair Jawa Kuno (Kawi) pada masa itu adalah mereka yang berada di lingkungan kerajaan (pejabat, petugas, dan hamba yang mengelilingi raja) yang telah melalui pendidikan kesusastraan. Beberapa karya sastra yang dikembangkan pada masa itu antara lain adalah teks Parwa (bentuk prosa), dan Kakawin (bentuk tembang), keduanya dipengaruhi oleh kesusastraan India.

Dalam sumber yang sama, disebutkan bahwa struktur naratif Kakawin terdiri dari satuan-satuan naratif, sebagai berikut:

1. Pujaan pembukaan (asir).

2. Rangkaian: perundingan (mantra), utusan (duta), keberangkatan pasukan (prayana), pertempuran (aji) dan kemenangan sang pahlawan (nayakabhyudaya).

3. Pujian pada sang pahlawan (nayaka).

4. Lukisan alam: pegunungan (saila), laut (arnawa), kota (nagara).

5. Musim (rtu),terbitnya bulan (candrodaya).

6. Permainan: di taman (udyanakrida).

7. Ajaran.

8. Percintaan: rasa asmara (srngararasa), ulah cinta penuh kesenangan (sambhogasr?gara), kesedihan karena perpisahan atau penolakan (vipralambha).

9. Akhir yang menyenangkan (rdhimat)

Bersambung pada Seks Dalam Kesusastraan Jawa Klasik (Bagian 2) ya, Ladies.

 

Oleh: Rya Ay

 

(vem/riz)