Fenomena Perkawinan di Bawah Umur di Daerah Perang

Fimela diperbarui 12 Jul 2014, 12:35 WIB

Selain maraknya kasus pemerkosaan dan prostitusi di daerah perang, rupanya fenomena pernikahan di bawah umur juga kerap terjadi. Dominique Hyde, wakil badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Dana Anak-Anak (UNICEF) di Yordania, mengatakan bahwa meski data statistik resmi tidak tersedia.

Ia juga mengukuhkan bahwa UNICEF melihat peningkatan perkawinan di bawah umur untuk pria Yordania dan wilayah Teluk. Meski pernikahan dini, pada usia 15 atau 16, bukan hal yang tidak biasa dalam masyarakat Arab, terutama di pedesaan, beberapa anak-anak perempuan pengungsi dinikahkan mulai pada usia 12 atau 13.

“Pengantin anak-anak berisiko mendapat kekerasan, penganiayaan dan eksploitasi, dan pernikahan di bawah umur seringkali menyebabkan perpisahan dengan keluarga dan teman-teman dan kurangnya kebebasan untuk berpartisipasi dalam aktivitas masyarakat, yang dapat berkonsekuensi besar pada kesejahteraan mental dan fisik anak-anak perempuan," ujar Hyde.

UNICEF bekerja sama dengan mitra Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) lain di Yordania untuk memberi kesadaran bagi keluarga-keluarga Suriah mengenai masalah-masalah terkait perkawinan di bawah umur.
“Kita dapat melakukan advokasi kepada para orangtua, namun realitasnya adalah ketika mereka tidak memiliki sumber daya lebih, mereka melihat pernikahan sebagai satu-satunya solusi untuk anak-anak perempuan mereka," ujar Hyde.

Untuk menghindari biaya tinggi pernikahan dan mencegah dosa perzinahan, ada mekanisme yang disebut misyar alias kawin kontrak, yang hanya legal di Arab Saudi dan Mesir, yang mengizinkan perempuan dan laki-laki untuk memiliki hubungan seks meski tidak tinggal di dalam rumah yang sama.

Bagaimana Ladies, mengenaskan bukan? Semoga mereka segera mendapatka haknya sebagai peremuan dan peperangan di Dunia yang merugikan banyak phak itu segera berakhir.

 

Oleh: Fadhila Eka Ratnasari

(vem/riz)