Dalam kehidupan bermasyarakat, kita mengetahui peraturan tidak tertulis bahwa tiap jenis kelamin memiliki jenis pakaian masing-masing. Blouse, rok, dan gaun untuk kaum wanita, dan jas, kaus polo untuk kaum pria. Wanita gemar berias sedangkan pria kebanyakan suka berpenampilan macho. Akan tetapi, pernahkan pada suatu kesempatan anda menemui atau bahkan berkenalan dengan wanita yang berpakaian dan berias sangat mirip dengan laki-laki atau sebaliknya?
Crossdressing adalah trend berpenampilan seperti lawan jenis. Beberapa dari crossdresser bahkan sangat ahli sehingga banyak orang terkelabui. Meskipun pelaku crossdressing kebanyakan pria, beberapa wanita juga gemar berlintas-busana. Crossdressing masih merupakan hal yang baru dalam masyarakat, dan menyebabkan munculnya berbagai macam mitos yang tidak semua sesuai dengan kenyataan.
Berikut adalah myths and facts dari budaya crossdressing terlansir dari laman ezinearticles.com. Pertama, semua pelaku crossdressers adalah gay. Crossdressing adalah bentuk hobi, bukan penentu preferensi seksual seseorang. Meskipun ada beberapa crossdresser homoseksual, banyak dari mereka adalah biseksual maupun heteroseksual.
Kedua, Crossdressers senang berpenampilan seperti wanita setiap saat. Kebanyakan para crossdresser hanya berpakaian seperti wanita sebagai cara untuk mengekspresikan diri atau sekedar hobi. Para crossdresser lebih suka merahasiakan tentang feminitas mereka, sehingga mereka tidak nyaman ber-crossdressing secara terus menerus.
Ketiga, semua crossdressers adalah pria feminin yang ingin menjadi wanita. Meskipun kecenderungan feminin ditemukan pada beberapa crossdresser, tidak semua crossdresser memiliki sifat kewanita-wanitaan. Kebanyakan dari mereka justru pria yang gagah dan macho.
Keempat, Crossdresser mendapat sensasi seksual saat mereka mengenakan pakaian wanita. Beberapa crossdresser memang memiliki fetish terhadap pakaian wanita, sehingga mereka akan merasakan sensasi seksual ketika mengenakan pakaian yang feminin.
Akan tetapi, hal tersebut tidak dapat dijadikan pedoman bahwa semua crossdresser memiliki kecenderungan kelainan seksual. Seperti yang telah penulis tegaskan, kebanyakan crossdresser berpakaian seperti wanita sebagai ajang ekspresi diri, atau cara untuk melepaskan tekanan sebagai pria dalam masyarakat.
Oleh: Dian iftitah
(vem/riz)