Ladies, pelecehan seksual memang sulit untuk dibuktikan. Apalagi jika tidak melibatkan tindak kekerasan yang bisa divisum. Begitu pula tindak pelecehan Seksual yang terjadi di Pesantren.
Korban pelecehan seksual di pesantren kebanyakan melapor lama setelah kejadian terjadi. Seperti kasus Assegaf, Ladies. Menurut kompas.com, kejadian sodomi yang diduga dilakukan oleh Habib Hasan bin Ja'far Assegaf terjadi pada rentang waktu 2002-2003. Sedangkan, laporan ditujukan pada pihak kepolisian pada tahun 2012.
Dengan rentang waktu yang begitu lama, maka bukti visum jelas tidak bisa dilakukan. Dari situs yang sama disinyalir bahwa Pihak Kepolisian mengandalkan satu saksi untuk menjadi alat bukti.
Kira-kira ada kelanjutannya gak ya? Coba deh Ladies pikirkan. Satu saksi untuk menjerat orang sekaliber Assegaf? Memangnya mungkin?
Ustadz itu adalah ustadz yang terkenal lho, Ladies. Dia adalah pemimpin Majelis Taklim Nurul Musthofa yang pengikutnya ada sekitar lima puluh ribu.
Kasus lainnya, yang terjadi pada seorang santriwati di Blitar. Menurut eksponews.com, korban dan keluarganya melapor ke polisi setelah terjadi 11 kali tindakan pelecehan seksual. Pelaporan dilakukan pada tahun 2013 sedangkan tindakan pelecehan seksual terjadi sejak tahun 2012.
Adanya jeda waktu yang lama di antara kejadian dan pelaporan menyebabkan korban sulit untuk divisum. Bekas sperma yang dijadikan indikator utama ada atau tidaknya tindak pencabulan pasti sudah hilang kan, Ladies?
Jadi, sulit untuk membuktikan kasus pelecehan seksual yang terjadi di pesantren. Alasannya antara lain adalah korban yang tak segera melaporkan tindak pelecehan seksual.
Oleh: Sahirul Taufiqurrahman
(vem/riz)