Ladies, tahukah Anda, bahwa dokter justru sering menyarankan penggunaan vibrator sebagai terapi untuk pasien disfungsi seksual pada wanita? Tidak hanya itu, vibrator juga sering menjadi rujukan bagi wanita yang menginjak masa menopause atau usai menjalani operasi histerektomi untuk mengembalikan vitalitas seksual dan kepuasan dalam hubungan intim. Bagaimana bisa sih, mainan seks ini bisa dirujuk menjadi suatu bentuk terapi?
Dilansir dari mayoclinic.com, sebenarnya bentuk dan gejala dari berbagai disfungsi seksual, menopause, serta kondisi pasca histerektomi ini hampir seragam. Di antaranya, kesulitan menaikkan gairah, kurangnya sensitivitas pada area intim, kering pada Miss V, kesulitan mencapai orgasme, dan kesulitan untuk meraih kepuasan seksual secara keseluruhan. Ketika kondisi kering pada Miss V dapat diatasi dengan lubrikan buatan, vibrator dapat membantu problem sisanya.
Menurut menopause.org, getaran dan stimulasi yang dihasilkan oleh vibrator mampu meningkatkan aliran darah ke area intim. Sehingga, dengan banyaknya darah yang mengaliri daerah tersebut, sensitivitas area intim pun akan meningkat dan lubrikan alami yang dihasilkan pun otomatis menjadi semakin banyak.
Disfungsi serupa vaginal stenosis dan vaginismus yang merupakan kekakuan otot di sekitar Miss V pun dapat dibantu dengan vibrator yang tidak diaktifkan atau dilator (dildo). Penetrasi dilator secara perlahan dan teratur setiap 10-15 menit perhari akan merilekskan dan merenggangkan otot-otot Miss V, sehingga penderita nantinya bisa belaar mengontrol otot-otot tersebut.
Tentu saja, karena digunakan sebagai terapi, sex-toy ini harus terasa nyaman. Sehingga, singkirkan dulu ya sex-toy lucu dan aneh-aneh berbentuk kelinci dan berbagai bentuk lainnya itu.
Oleh: Adienda Dewi S.
(vem/riz)