Urgensi untuk memasukkan pendidikan seks di sekolah-sekolah sepertinya terus menjadi wacana panas di dunia pendidikan ya, Ladies. Memang, pendidikan seks dipAndang sebagai upaya preventif yang efektif untuk mengatasi pergaulan seks bebas yang tidak terkendali.
Terlebih lagi, ntt.bkkbn.go.id menyebutkan bahwa sejak Konferensi Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Kairo tahun 1994, Indonesia telah berjanji untuk memenuhi hak akses masyarakat akan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi. Karena itulah kini banyak kalangan yang menuntut implementasi yang lebih nyata dari pemerintah. Namun, di antara perguliran wacana ini, Diknas Gorontalo melontarkan pendapat bahwa Indonesia belum siap untuk menyelenggarakan pendidikan seks.
Sulema Abdullah, Kadiknas Gorontalo, dalam republika.co.id menyatakan bahwa ketidaksiapan ini dilatarbelakangi oleh belum meningkatnya kualitas tenaga pendidik yang bisa mendukung kurikulum pendidikan seksual dengan layak, khususnya di daerah Gorontalo.
Sehingga, apabila Indonesia ingin melaksanakan kurikulum ini secara benar, pertama-tama mutu tenaga pendidik harus dipastikan berkualitas, bermutu, dan mempunyai integritas. Mengapa? Karena pAndangan masyarakat terhadap pendidikan seks juga masih ‘peka’ dan sensitif. Sehingga, bila pendidik tidak mempunyai integritas dan kualitas yang baik, cara penyampaiannya dikhawatirkan akan salah dan malah akan berakibat buruk bagi siswa.
Benar juga sih Ladies, jika kita terburu-buru menyelenggarakan pendidikan seks tanpa memperhatikan kualitas tenaga pendidiknya dahulu, pendidikan seks yang bertujuan sebagai tindakan preventif seks bebas malah bisa menjadi ajang legal pembahasan seks secara vulgar di luar konteks pendidikan, ya. Menurut Ladies?
Oleh: Adienda Dewi S.
(vem/rsk)