Sebuah hukum adakalanya mengalami perubahan atau amandemen sesuai dengan situasi dan kondisi dimana hukum itu diterapkan. Nampaknya perubahan hukum tersebut juga terjadi pada pandangan kaum Yahudi terhadap hukum homoseksual.
Hukum dasar yang pertama kali digunakan oleh kaum Yahudi adalah kitab Taurat. Sebagaimana dilansir dari situs religionfacts.com, taurat menjelaskan “Seorang pria tidak diperkenankan tidur dengan pria lain sebagaimana [dia akan tidur] dengan seorang wanita, itu adalah sesuatu yg sangat dibenci "(Imamat 18:22). Selanjutnya kata “sesuatu yg sangat dibenci" ditafsirkan ulang menjadi “sesuatu yang menyimpang dari kewajaran”.
Kaum ortodoks kemudian menganggap homoseksual tidak sepenuhnya bisa dianggap sebagai sebuah dosa. Maksdudnya, seseorang yang melakukan perilaku homoseksual akan terhapus dosanya bila dia sangat menyesal dengan apa yang telah diperbuat dan memohon ampun pada Tuhan.
Pada tahun 1980, sebuah universitas Yahudi telah merubah aturannya untuk melegalkan seorang gay menjadi mahasiswa disana. Selanjutnya, pada tahun 1998, Central Conference of American Rabbis mulai memperbolehkan pernikahan sesama jenis baik itu laki-laki atau perempuan, meski pernikahan mereka tidak termasuk dalam pernikahan yang disahkan agama. Pada tahun 2000, pernikahan sesama jenis sudah diakui sebagai pernikahan yang sah dalam agama Yahudi.
Saat ini, kaum rekonstruksionis Yahudi mengatakan bahwa segala pembatasan tentang hukum homoseksual telah dianggap batal atau tidak berlaku. Jadi, saat ini tindakan yang berhubungan dengan percintaan sesama jenis didukung penuh oleh agama Yahudi.
Oleh: Muhammad Hilmy
(vem/rsk)