Tradisi Nathni Utarna, Bercinta Saat Menginjak Pubertas (Part III)

Fimela diperbarui 04 Des 2013, 21:34 WIB

Ketika sebuah ritual atau ajaran agama dengan satu tradisi mulai sulit dibedakan, bagaimana seharusnya hal ini ditindak lanjuti? Tradisi Nathni Utarna, budaya yang ada dalam masyarakat India, agaknya sudah sedikit bergeser dari sisi kemanusiaan, ataukah memang begitu adanya?

Setelah ditelusuri lebih jauh lagi oleh bloomberg.com, seorang wanita yang masuk pada kasta Bedia tidak memiliki opsi lain selain menjadi pelayan para laki-laki. Lebih jauh lagi, ketika mereka sudah mulai “aktif” menggeluti profesi tersebut, wanita-wanita itu dianggap seperti sampah oleh masyarakat.

Selain harus bekerja sebagai pelacur (yakni, persembahan kepada Tuhan), wanita-wanita itu harus menerima cemooh dari masyarakat sekitar dan tidak boleh menikahi orang dari kasta manapun. Ini membuat mereka sadar bahwa hanya saat itu saja, saat belum mengalami pubertas dan menggeluti dunia tersebut, ia memiliki hak dan kebebasan.

Bagaimana mungkin wanita-wanita itu memiliki kebebasan? Kalau memang mereka sudah diarahkan untuk dipersembahkan kepada Tuhan, sebagai pekerja seks komersial (bahasa modern). Sekitar 20,000 wanita dari masyarakat Bedia telah diperlakukan seperti bukan bagian dari masyarakat itu sendiri.

Bagi para pria, tradisi ini mungkin tidak akan berpengaruh banyak karena mereka tidak berada diposisi layaknya wanita, bisa menikahi orang dari luar kasta, dan sepenuhnya memiliki hak untuk menjual istrinya sebagai PSK. Pastinya, para suami juga sebagai ayah lebih memilih keturunan perempuan daripada laki-laki karena kelak anak perempuan itu bisa menjadi tulang punggung keluarga.

Oleh: Afif Mukminin

(vem/rsk)