Jamu merupakan sesuatu yang sudah sangat akrab bagi masyrakat Indonesia. Jamu sudah dikenal sudah berabad-abad oleh masyarakat sebagai obat untuk menjaga kesehatan.
Dalam lingkungan keraton Jawa sejak dahulu industri jamu sudah terkenal, di samping industri batik, kerajinan, senjata dan lain sebagainya. Sunan PakuBuwono X yang merupakan raja Kraton Surakarta yang bertahta hingga tahun 1939 sangat peduli dengan jamu tradisional. Saking pedulinya, sang Raja sampai mengumpulkan dan menuliskan dengan tangannya sendiri berbagai resep jamu tradional Jawa dalam sebuah buku yang berjudul Serat Husada.
Seperti yang ditulis di kompas.com, Prasasti Madhawapura pada zaman Majapahit menceritakan adanya jenis pekerjaan sebagai peracik jamu yang dikenal dengan sebutan acaraki. Hal ini menunjukkan bahwa jamu telah dikenal sejak masa kerajaan Hindu-Jawa.
Tradisi ini kian melembaga pada masa Mataram-Islam. Bahkan pada tatanan tertentu jamu menjadi konsumsi eksklusif warga keraton.
Dalam buku “Jamu Jawa: Kitab Jamu Tradisional Jawa yang Menguak Rahasia Kesehatan & Kecantikan Bangsawan Keraton Sepanjang Masa”, Paku Buwono X menyatakan bahwa tidak ada yang dapat memastikan sejak kapan tradisi meracik dan meminum jamu ini muncul.
Tetapi diyakini kalau tradisi ini sudah berjalan bahkan membudaya pada periode kerajaan Hindu-Jawa. Hal ini dibuktikan dengan adanya Prasasti Madhawapura dari zaman Majapahit yang menyebut demikian.
Dari prasasti yang sama diketahui seorang empu bernama Ra Tanca atau Prapanca dikenal sebagai ahli pengobatan ulung pada zaman Majapahit, meski ia gagal mengobati Prabu Jayanegara yang sedang sakit akut pada masa itu.
Oleh: F’
(vem/rsk)