Bagi seorang wanita Muslim yang akan menikah, tidak ada pilihan selain Ayah untuk menjadi walinya. Namun, pertanyaan yang sering timbul kemudian adalah bagaimana jika sang Ayah telah tiada. Berikut penjelasan menurut rumahfiqih.com sebagai informasi untuk Ladies.
Jika seorang Ayah kandung (sesuai nasab) yang telah wafat memberi seseorang wasiat untuk menjadi wali nikah putrinya, maka wali nikah sang putri adalah orang tersebut. Dengan syarat, wali nikah menurut wasiat tersebut memenuhi persyaratan dasar dalam agama Islam sebagai wali nikah yakni:
(1) beragama Islam, (2) akil atau sehat akal pikirnya, (3) baligh, (4) laki-laki (5) merdeka.
Namun jika sang Ayah tidak berwasiat, maka urutan nasab dari Ayah kandung yang harus menjadi walinya. Menurut darussalaf.or.id, urutannya adalah sebagai berikut:
1. Kakek
2. Ayahnya kakek
3. Saudara laki-laki se-ayah se-ibu
4. Saudara laki-laki se-ayah
5. Anak saudara laki-laki se-ayah se-ibu
6. Anak saudara laki-laki se-ayah
7. Paman se-ayah se ibu
8. Paman se-ayah
9. Anak paman se-ayah se-ibu
10. Anak paman se-ayah
11. Cucu paman se-ayah se-ibu
12. Cucu paman se-ayah
13. Paman ayah se-ayah se-ibu
14. Paman ayah se-ayah
15. Anak paman ayah se-ayah se-ibu
16. Anak paman ayah se-ayah
17. Paman kakek se-ayah se-ibu
18. Paman kakek se-ayah
19. Anak paman kakek se-ayah se-ibu
20. Anak paman kakek se-ayah
Jika nasab perwalian ini tidak dapat ditemukan, maka yang boleh menjadi wali hakimnya adalah pemimpin tertinggi di negara. Presiden, sebagai pemimpin tertinggi negara, boleh mewakilkannya kepada Menteri Agama, yang kemudian boleh mewakilkannya lagi kepada pejabat KUA.
Oleh: Mazhi
(vem/rsk)