Aspek hukum dari surrogacy cenderung tergantung pada beberapa pertanyaan penting berikut: apakah perjanjian surrogacy dilaksanakan, batal, atau dilarang? Apakah akan ada perbedaan apakah surrogate mother dibayar (komersial) atau hanya penggantian untuk biaya (altruistik)? Apakah akan ada perbedaan yang terjadi bila sorrogacy tradisional atau gestasional? Apakah ada alternatif untuk adopsi pasca-kelahiran untuk pengakuan secara hukum?
Meskipun undang-undang di berbagai tempat, berikut beberapa generasi yang mungkin, menurut en.wikipedia.org:
1. Secara hukum, ibu yang melahirkan anak adalah ibu legal dari anak tersebut. Satu-satunya jalan bagi wanita lain untuk diakui sebagai ibu adalah melalui adopsi.
2. Bahkan, dalam hukum yang tidak mengakui adanya surrogacy, jika orang tua genetik dan ibu kandung melanjutkan surrogacy dan bersedia menanggung konsekuensi proses ini sampai persalinan, orang tua bisa membesarkan bayi dengan melakukan adopsi pribadi kepada ibu yang melahirkan.
3. Jika hukum secara spesifik melarag adanya surrogacy, cari tahu tentang surrogacy, mungkin akan ada konsekuensi secara finansial dan hukum.
4. Hukum di beberapa negara hanya melarang surrogacy komersial, tidak dengan altruistik surrogacy. Meskipun hukum yang tidak melarang surrogacy mungkin memutuskan bahwa kontrak surrogacy tidak berlaku.
5. Hukum yang memungkinkan adanya surrogacy terkadang menawarkan kepada ibu yang menginginkan adanya surrogacy, terutama jika merupakan ibu kandung, untuk memelihara anaknya tanpa melalui proses adopsi.
6. Sebagian besar hukum yang memungkinkan adanya surrogacy, hanya mengatur pasca kehamilan tanpa memaksakan surrogate mother untuk melepaskan haknya sebagai orang tua jika dia mengubah pikirannya setelah kelahiran.
Handayani Rahayuningsih
(vem/ova)