Masyarakat dengan budaya ketimuran yang kental seperti di Indonesia ini masih selalu memandang sebelah mata seseorang yang terkena herpes. Padahal, it’s not their right to judge. Hal ini malah akan membuat seseorang yang terkena herpes tidak bisa bangkit dari keterpurukan. Cerita Emma, 23 tahun, (nama dan usia disamarkan) yang dilansir oleh nhs.co.uk berikut ini, semoga bisa memberi inspirasi bagi Anda.
Emma pertama kali didiagnosis positif herpes pada Maret 2006. Rasa panik menyerangnya saat dia merasakan gatal dan perih pada organ intimnya. Emma langsung pergi ke klinik untuk memeriksakan keadaanya. Emma diharuskan menjalani swab atau pengambilan cairan dari organ intimnya. Setelah hasil tesnya keluar, ternyata dia positif terkena herpes simplex.
Pada saat itu Emma memang sedang memiliki pacar dan sudah beberapa kali melakukan hubungan seksual. Namun Emma yakin bahwa herpes yang ia derita bukan berasal dari sang pacar karena sang pacar tidak menunjukkan gejala apapun. Kemungkinan besar Emma mendapatkan virus ini dari mantan-mantan pacarnya terdahulu saat SMA.
Emma kemudian memutuskan untuk mengonsultasikan keadaannya ke Herpes Virus Association Inggris, dan mendapatkan support serta saran yang membuatnya kembali bersemangat. Sang pacar pun menerima Emma dengan segala kondisinya dan tidak terlalu mengkhawatirkan kemungkinan ia tertular virus menular seksual tersebut. Emma terus menapaki hidupnya dengan optimisme kuat.
Memang herpes tidak mematikan, Ladies. Tapi bagaimanapun juga, menghindarinya tentu lebih baik. Yang paling penting jauhi seks di luar nikah.
Oleh: Mazhi
(vem/rsk)