Setiap orang punya kisah dan perjuangannya sendiri untuk menjadi lebih baik. Meski kadang harus terluka dan melewati ujian yang berat, tak pernah ada kata terlambat untuk selalu memperbaiki diri. Seperti tulisan sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Vemale Ramadan 2018, Ceritakan Usahamu Wujudkan Bersih Hati ini. Ada sesuatu yang begitu menggugah perasaan dari kisah ini.
***
Hancur. Setelah sekian lama aku berjuang untuk setia, menyayangi, mencintai setulus hati akhirnya berbuah kesakitan. Kesakitan yang terus menerus kurasakan. Dikhianati, ditinggal pergi, dicacimaki, semua kurasakan berkecamuk di dalam hati selama bertahun-tahun.
Kalian menganggap diriku sebuah barang yang sudah lama kau bosan lalu kau tinggal pergi begitu saja? Tanpa memikirkan perasaan seorang wanita yang begitu lembut dan mudah tersakiti meskipun wanita menahannya sekuat apapun. Berawal dari aku berpisah dengan Arief seorang laki-laki yang kuanggap baik, tulus, menerima seseorang apa adanya. Suatu saat kami berpisah, dia yang pergi untuk pendidikan TNI selama satu tahun. Sedangkan aku hanya memilih untuk bekerja karena ketidakmampuan orangtuaku membiayai kuliahku.
Waktu terus berjalan, selama satu tahun aku tak mendengar kabar darinya. Kuanggap itu semua wajar karena dia memiliki kesibukan dengan pendidikannya. Tiba-tiba malam hari aku membuka pesan darinya, ternyata dia mengatakan ingin menyudahi hubungan yang telah terjalin tanpa adanya alasan kenapa. Mengapa? Tak mampu kutahan air mataku. Air bening jatuh membasahi pipiku.
Mbakku yang melihat diriku menangis menghampiri dan bertanya kepadaku. Tak kunjung aku menjawab akhirnya mbakku membuka HP dan pesan yang tadi kubaca. Setelah mengetahui itu, mbakku membiarkanku sendiri di kamar untuk menenangkan diri dan memintaku untuk tidak memikirkan hal itu. Beberapa bulan aku pulang ke kampung halaman setelah sekian lama tinggal bersama mbakku yang pertama.
Diriku mencoba melupakan Arief dan menjalani hidupku ke depan. Saat diriku membuka media sosial tiba-tiba melihat foto Arief bersama seorang wanita yang sepertinya seorang perawat. Dan ternyata mereka telah menjalin hubungan ketika Arief masih menjalin hubungan denganku. Hatiku terasa sakit melihat kenyataan itu semua, tetapi aku memang tak pantas untuk dirinya yang memiliki sebuah pangkat sedangkan aku hanya wanita biasa dan terlahir dari keluarga sederhana. Hari-hari berjalan seperti biasa, sendiri dalam menjalani kehidupan tanpa memikirkan laki-laki.
Setelah beberapa bulan dalam kesendirian, akhirnya ada laki-laki yang mau menerimaku dan serius kepadaku. Wisnu namanya. Suatu saat aku diajak ke rumahnya dan menemui orangtuanya. Tetapi setelah sampai di rumahnya dan bertemu orangtuanya dan berbincang-bincang, orangtuanya tidak menyukaiku karena aku berasal dari keluarga sederhana dan tidak memiliki pangkat. Saat mengetahui itu hatiku terasa perih bagai disayat-sayat dan mataku terasa panas ingin mengeluarkan air mata.
Setelah itu, aku berpamitan dengan kedua orangtua Wisnu lalu meninggalkan kediaman orangtua Wisnu. Sebelum pulang ke rumah dan mengakhiri hubungan ini, Wisnu mengajakku ke sebuah pantai untuk menjadikan kenangan terakhir bersamaku. Setelah puas menikmati keindahan pantai, kami pun melanjutkan perjalanan pulang ke rumah. Dalam perjalanan pulang ke rumah aku memilih untuk diam dan menjawab pertanyaan Wisnu. Wisnu memang laki-laki baik tetapi tidak bisa mempejuangkan cintanya. Dia hanya menuruti permintaan ayahnya yang memandang semua dengan bibi, bebet, dan bobot.
Kubiarkan diriku sendiri lagi dan menikmati kehidupan seperti biasa. Hingga suatu saat aku pergi ke Bogor ikut mbakku yang kedua dan bekerja di pabrik sepatu. Selama beberapa tahun, silih berganti teman laki-laki yang dekat dan ingin lebih mengenalku, tetapi hatiku tidak mau dan takut untuk disakiti lagi.
Tiba-tiba mendengar bapak dan ibuku yang sakit-sakitan serta adikku yang akan lulus SMA serta melanjutkan kuliah membuatku harus pulang ke kampung halaman. Akhirnya diriku mencoba berjualan mainan di pasar untuk melanjutkan ibuku yang sudah tua. Beberapa bulan berlalu, ada sepupuku mengenalkan diriku dengan teman laki-lakinya bernama Han.
Setelah beberapa bulan mengenalnya, aku merasa dia benar-benar serius kepadaku dan keluarganya maupun keluargaku sudah dekat dan saling mengenal satu sama lain. Tiba-tiba dia berubah secepat kilat, dia yang dulu selalu memberikan kabar meskipun bekerja dan di negara lain (Korea) tiba-tiba hilang entah ke mana. Kutanyakan kepada mbaknya yang juga bekerja dekat di pasar yang tempatku berjualan. Dia juga tidak memberikan kabar dan sekali memberikan kabar dengan marah-marah.
Setelah hampir satu tahun bersabar menunggu kabar dan menerima perubahan sikapnya membuatnya melepaskanku. Hal itu membuatku menangis hebat, bukan menangisi kepergiannya. Tetapi menangis apa yang akan aku katakan kepada orangtuaku, keluargaku, tetanggaku? Setelah hampir sebulan lebih aku menutupi semua itu akhirnya orangtuaku mengetahui jika diriku sudah tidak bersama Han lagi. Akhirnya aku melupakan semua itu dan memilih untuk fokus mencari pekerjaan dekat dengan rumah agar bisa melihat kondisi orangtuaku. Setelah sekian lama menunggu akhirnya diriku diterima bekerja di sebuah rumah sakit besar di daerah Semarang sebagai Asisten Gizi.
Sungguh pada akhirnya semua itu membuat diriku sadar akan masalah jodoh yang selama ini terus membuatku pusing memikirkannya. Bagaimana tidak? Sepupu, teman, sahabat, dan tetangga yang di bawah umurku sudah banyak yang menikah. Hal itu membuatku takut menjadi perawan tua dan tidak laku. Pada akhirnya adikku memberikan nasihat kepadaku untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Dengan memperbaiki diri dan hidupku, yang semula belum mengenakan kerudung sekarang mengenakan kerudung, yang dulu banyak foto-foto di media sosial yang tidak memakai kerudung sekarang memakai kerudung dan menghapusnya. Selain itu, aku ikhlaskan semua yang telah terjadi dahulu dan berteman dengan mantan-mantanku. Suatu ketika, aku mengenal seorang laki-laki yang untuk saat ini juga bekerja di Korea bernama Ahmad.
Dia berbeda dari semua laki-laki yang telah kukenal, dia serius kepadaku dan ingin mengkhitbahku bulan-bulan terdekat setelah lebaran. Di situlah diriku sadar bahwa berdamai dengan masa lalu, memaafkan kesalahan semua orang yang pernah menyakiti kita, mengikhlaskan apa yang telah berlalu dan memperbaiki diri menuju jalan-Nya akan membuat hidup kita terasa lebih bahagia. Dan kini aku menyambut bulan Ramadan dengan hati tenang.
- Meski Orangtua Bercerai, Lanjutkan Hidup Tanpa Menyimpan Dendam
- Sempatkan Baca Quran Saat Kerja, Driver Ojek Ini Banjir Pujian
- Pantang Menyerah, Pria Jalan Kaki dari Pekalongan Menuju Mekkah
- Setelah Gagal Menikah, Allah SWT Memberiku Kesempatan Merawat Ibu
- Kukorbankan Kesucianku Untuknya Tapi Teganya Dia Menyayat Hatiku
- Telat Wisuda karena Hamil, Berat Rasanya Tapi Malah Berbuah Manis