Melepas Impian demi Ibu Tercinta, Bukan Berarti Akhir dari Segalanya

Fimela diperbarui 30 Apr 2018, 11:15 WIB

Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.

***

Menjadi jurnalis dan wartawan adalah impian yang saya ukir sejak dari bangku sekolah dasar. Memintal asa lewat khayalan setiap kali hendak memejamkan mata di kala malam hari. Sayangnya, ibu saya tak pernah punya gambaran yang baik mengenai profesi tersebut. Bisa dipastikan konflik apa yang terjadi antara anak dan ibu. Sungguh menyedihkan, bukan?

Tapi, satu hal yang menyenangkan dalam hidup saya adalah memiliki ibu seperti ibu saya. Meskipun tak sepenuhnya ia mendukung saya meraih impian menjadi jurnalis, tapi ia membebaskan langkah ini dengan kepercayaannya terhadap saya. Saya melewati hari yang menyenangkan dengan kebebasan yang bertanggung jawab.

Saya memilih kuliah jurusan jurnalistik, walaupun ada terselip kekecewaan pada ibu saya, dan beberapa kali terjun di lapangan pekerjaan yang tak lepas pada jurnalistik. Setahun saya menikmati profesi menjadi jurnalis di ibu kota, hingga sebuah telpon menghampiri saya. Ibu saya meminta saya untuk pulang ke rumah, Padang.

Lebih tepatnya, ibu saya meminta saya untuk lepas dari jurnalis. Saya terdiam. Ada rangkaian konflik batin yang kerap terjadi antara saya dan ibu. Tak banyak kebahagiaan yang saya hadirkan dalam hidupnya demi ego saya menjalankan hidup ini. Meskipun berat, pada dasarnya saya ingin merasakan kedekatan harmonisasi hidup dengan sang ibu.



Kesadaran akan waktu yang begitu banyak terlewatkan tanpa kehadiran sang ibu dalam hidup saya sejauh ini, akhirnya membawa saya pada keputusan menghentikan langkah menjadi jurnalis profesional.

Saya kembali ke rumah, menghadapi ketidakpastian dan mendengar kalimat-kalimat ibu saya pada apa yang seharusnya saya lakukan. Berat. Sangat. Awal-awal pertama saya sempat menghujat ibu saya pada sikapnya yang membuat saya mengambil keputusan ini. Membawa saya pada ketidakpastian pada langkah saya. Hingga pada suatu hari, saya tersadar pada keputusan tersebut, jika saya melihat dari sudut pandang beliau adalah sesuatu yang baik.

Saya keluar dari rumah ketika usia belum genap dua belas tahun. Melihat hari-hari tanpa kehadiran ibu saya, kecuali ketika libur tiba. Dan itu pun terkadang satu minggu dalam satu tahun. Hingga usia saya memasuki dua puluhan, tak ada sejarahnya saya tinggal lama di rumah hingga hitungan bulan. Bisa dibayangkan sang ibu yang memasuki usia senja sungguh merindukan ‘kehidupan’ anaknya berada di sisinya.



Menciptakan konsep kebahagiaan lewat menulis
Saya memulai menata kembali kehidupan di rumah setelah hujatan penuh durhaka yang saya lontarkan ke ibu saya. Sungguh ini menyakitkan hati pada sikap kejam saya pada beliau. Perlahan saya mulai berbenah termasuk memperbaiki karakter diri dan merendam ego.

Saya kembali fokus menulis. Bukan menulis artikel berita atau semacamnya. Tapi fokus menulis blog khususnya mengenai perjalanan. Bagi saya menulis adalah rekreasi jiwa yang menyenangkan. Tak masalah saya tak bisa kembali merasakan dunia liputan, bertemu banyak orang di lapangan dan menghabiskan penghujung weekend di sebuah taman kota bersama teman-teman wartawan.



Saya tak bisa menghentikan pikiran dan tangan yang gatal untuk mengetik. Memintal huruf demi huruf membentuk kata dan berlabuh pada rangkaian kalimat. Sebuah pekerjaan yang menggembirakan yang bisa saya lakukan di rumah. Di sebuah sudut kamar dengan kesunyiaan yang menenangkan.

Saya menemui kebahagiaan tak terbantahkan lewat menulis. Fokus kepada menulis di blog terutama mengenai perjalanan. Berbagi cerita lewat jurnal online. Menyenangkan, saya menemui orang-orang yang belum pernah saya temui secara nyata tapi interaksi kami terkesan nyata lewat sosial media karena satu hobi, menulis perjalanan.
Saya mengasah kemampuan lewat lomba menulis, meraih kemenangan yang menggembirakan, mendapatkan penghargaan yang membahagiakan. Dan, terutama teman-teman yang menyenangkan. Obrolan pun penuh ilmu yang menggairahkan tentang dunia tulis menulis di jurnal online.

Menulis bagi saya adalah rekreasi jiwa yang sesungguhnya dan saling membagi cerita yang menyenangkan. Maka, ketika orang-orang bertanya mengenai apa pekerjaan saya saat ini. Dengan mantap saya mengucapkan, "Saya penulis." Penulis perjalanan – dan juga sedang proses menjadi anak yang berbakti pada ibu saya.




(vem/nda)
What's On Fimela