Wanita Bisa Makin Kuat karena Ketenangannya

Fimela diperbarui 30 Apr 2018, 09:30 WIB

Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.

***

Saya adalah seorang wanita berumur 32 tahun, dan mengajar di sebuah sekolah menengah atas yang cukup elit di kota ini. Selain mengajar, saya juga dipercaya menjadi wakil kepala sekolah yang membidangi urusan kesiswaan, tepatnya dalam hal kedisplinan siswa.

Sebagai guru dan wakil kepala sekolah, tantangan terbesar yang saya hadapi bukanlah siswa, tetapi orangtua mereka. Ada banyak orangtua yang begitu peduli dengan anak–anak mereka, tetapi tidak sedikit yang sering menentang kebijakan sekolah yang sudah kami rancang demi kebaikan anak.

Dalam kapasitas saya sebagai kepala sekolah, ketika siswa berulang kali melakukan pelangggaran, saya akan menyurati orangtua dan mengajak mereka berdiskusi. Saya harus menghadapi orangtua yang membela anaknya ketika melakukan pelanggaran seperti bullying di sekolah. Ketika saya mencoba menjelaskan bahwa anaknya lebih dari beberapa kali melakukan berdasarkan pengakuan anak dan hasil pengamatan kami, akar masalahnya berasal dari rumah, beberapa orangtua cenderung marah dan malah mengatakan bahwa anaknya tidak bersalah dan apa yang dilakukan anak itu wajar karena memang siswa yang dirundung itu pantas menerimanya.



Contoh yang lain adalah ketika anaknya terlambat sampai beberapa kali sehingga sekolah memberikan detention. Orangtua anak tersebut malah membentak saya dan memaki saya dengan mengatakan bahwa ia sudah bayar mahal di sekolah ini, dan memerintahkan anaknya supaya tidak dihukum. Pertanyaannya apakah saya mengiyakan apa yang orangtua mau? Jawaban saya adalah tidak.

Sebagai wakil kepala sekolah yang adalah perempuan dan badannya kecil, saya tetap berani dan kuat, tidak goyah, dan tidak marah. Tidak jarang saya harus menghadapi seorang laki–laki dewasa yang marah, atau menghadapi seorang wanita yang berbadan dan bersuara besar, tapi saya belajar tenang. Lalu apa yang saya lakukan? Saya membiarkan mereka berbicara dan menyampaikan perasaannya. Setelah itu, saya katakan bahwa fokus sekolah adalah menolong anak untuk belajar lebih efektif dan memaksimalkan potensinya, dan siap untuk masuk universitas (biasanya begitu saya katakan universitas, mereka akan merasa bahwa saya pasti lebih tahu soal pendidikan anak – anak remaja mereka).



Saya tambahkan, di dalam pemberian sanksi ada pembinaan, di dalam pembinaan ada pertolongan. Jika anak mengatakan bahwa masalahnya berasal dari rumah, maka di sekolah dia harus merasa nyaman dan siap untuk menghadapi masalah apapun, dan salah satu caranya adalah sekolah dan orangtua harus bekerja sama. Saya juga sering mengatakan bahwa saya sudah membuktikan sendiri apabila orangtua dan sekolah bekerja sama, siswa akan lebih patuh dan bertanggungjawab pada sekolahnya.

Menghadapi orangtua yang sulit seperti itu tidak perlu dengan nasihat. Mereka hanya akan peduli dengan hak mereka. Maka yang saya sampaikan kewajiban sekolah adalah mengerahkan seluruh tenaga untuk memberikan yang terbaik bagi mereka, dan meminta mereka untuk menolong sekolah. Walaupun sebenarnya mereka harus tahu bahwa pendidikan utama itu dari rumah, tapi kalau pernyataan itu saya sampaikan mereka akan sulit menerimanya karena mereka sibuk bekerja.



Hal berikutnya yang saya lakukan adalah memanggil anak mereka dan meminta anak mengungkapkan perasaannya yang jujur pada orangtua, dan meminta siswa meminta maaf karena merepotkan orang tua yang sudah sibuk. Di sini saya akan berdiri sebagai rekan orangtua yang membela mereka di depan anak mereka. Biasanya ini akan ampuh, dan diakhiri dengan curhatan mereka sebagai orangtua yang lelah dengan kondisi keluarga, dan membiarkan anaknya dididik oleh sekolah sesuai peraturan yang berlaku.

Bahkan, saya sering menemui orangtua yang menundukkan kepala mereka dan meminta maaf. Mereka tidak segan–segan meminta maaf berulang–ulang, yang membuat saya tersenyum dalam hati. Hidup memang adalah pilihan. Kalau kita memilih marah dengan sangat cepat, kita akan pulang dengan rasa malu. Tapi kalau kita memilih mendengar, kita akan pulang dengan perasaan lega.

Dan saya? Saya memilih untuk menjadi wanita yang tidak takut, kuat dan tenang karena wanita menjadi kuat karena kebijaksanaannya, dan makin kuat karena ketenangannya.







(vem/nda)
What's On Fimela