Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.
***
Aku adalah anak perempuan yang dibesarkan oleh ibuku seorang diri. Kami hidup berdua. Ayahku adalah seorang TNI dan ia telah meninggal karena kecelakaan tugas sejak aku berusia empat tahun. Setelah peristiwa itu, ibuku memutuskan kembali ke Bali. Aku dititipkan dan tinggal bersama pamanku yang adalah seorang polisi. Aku dan ibu tidak tinggal serumah karena ia harus bekerja di sebuah perusahaan kain dan tinggal di mess.
Ibuku adalah sosok wanita yang hebat. Ia mampu memberikan kasih sayang yang walau tak terlihat tetapi tetap dapat aku rasakan. Waktu berjumpa kami pun sangat terbatas, itu pun kalau hari libur sekolah. Sejak kecil, aku telah terbiasa hidup mandiri dan jauh dari orangtua. Beruntung aku masih memiliki sanak saudara yang selalu memberiku dukungan dan cinta.
Saat aku duduk di kelas 4 SD, ibu dan aku akhirnya tinggal bersama. Ibu memutuskan untuk melanjutkan kuliah dan melamar pekerjaan sebagai guru TK. Aku senang karena berkat dukungan dan cintanya, aku berhasil masuk SMP, SMA, dan universitas favorit di daerahku. Sempat aku ragu dengan keputusan melanjutkan kuliah. Semua tentu karena biaya yang kurang dan aku tidak ingin menjadi beban untuk ibu. Namun, Tuhan selalu punya rencana.
Aku mendapat beasiswa Bidikmisi, lolos melalui jalur undangan, dan berhasil menyelesaikan S1 dengan nilai yang sangat memuaskan. Setelah lulus kuliah, aku mengajar di salah satu SD swasta katolik di Bali selama satu tahun. Sekarang, aku bekerja sebagai tenaga pengajar di salah satu SMP swasta katolik di Bali. Malam harinya, aku juga mencari penghasilan tambahan sebagai pengajar di salah satu tempat bimbingan belajar. Pada tahun 2016, aku memutuskan untuk melanjutkan S2 di salah satu kampus negeri di Bali. Aku membiayai kuliah menggunakan penghasilan sebagai pengajar di sekolah dan di tempat bimbingan belajar.
Hari-hariku berjalan dengan cepat hingga akhirnya waktu terasa melambat ketika aku merasakan jatuh cinta. Cinta yang satu ini begitu lain dan membuat aku menjadi pribadi yang berbeda. Aku mulai jatuh cinta pada sosok pria yang sudah lama aku kagumi. Kami akhirnya berpacaran, tetapi terpisah oleh ruang dan waktu. Ia seorang tentara dan harus bertugas di salah satu daerah terpencil di NTT. Kami tidak pernah bertemu lagi. Hubungan kami akhirnya kandas dan memberikan rasa sedih yang mendalam bagiku.
Perasaanku hancur ketika aku tahu bahwa dia telah memiliki hubungan dengan orang lain. Sempat aku berpikir harapanku pupus dan aku tidak akan menemukan cinta lagi. Sampai akhirnya sosok lain pun datang dan memberiku harapan. Kembali aku menjalin hubungan dengan seorang tentara yang bertugas di tempat yang berbeda denganku. Ia bertugas di Jakarta sebagai polisi militer. Kami menjalani hubungan asmara hanya melalui telepon genggam. Kami mencoba menjaga cinta kami walau kerap dilanda beberapa masalah dan perbedaan pendapat. Sempat kami putus hubungan dan aku berpacaran dengan pria lain. Sayangnya hubungan itu juga kandas dan aku memilih kembali padanya.
Tidak terasa delapan bulan kami berdua menjalani hubungan yang tidak jelas seperti itu. Aku mulai bosan dan berusaha mencari jalan keluar untuk status hubungan kami. Saat aku ingin menyudahi hubungan, tiba-tiba dia memberi kabar bahwa akan melamarku tahun depan. Keluarga kami pun sering berkomunikasi melalui telepon. Semua mendukung niat dan hubungan kami. Kami mulai belajar memahami pribadi masing-masing. Keteguhan hatinya untuk tetap bertahan di sampingku membuatku percaya bahwa masih ada sosok lelaki yang mampu mencintaiku dengan sepenuh hati. Jujur bahwa aku ingin sekali menikah, tetapi aku harus menyelesaikan kuliahku.
Bagiku menikah adalah hal yang sakral dan sungguh-sungguh. Butuh keteguhan hati dan komitmen yang kuat untuk menjalaninya. Aku masih ingin mengejar karierku sebagai dosen dan penulis. Masih ada satu buku yang belum aku selesaikan. Perjalanan cintaku yang cukup melelahkan dengan beberapa pria membuatku sulit melepas kesendirianku. Aku meragukan arti kesetiaan dari mereka. Ditambah lagi aku mendapat kabar di media sosial, bahwa pria yang aku pilih juga berselingkuh.
Saat ini, aku cukup puas jika harus hidup bersama kemandirian yang membuatku bertahan. Akan kubuktikan bahwa kemandirianku nanti tidak hanya berguna di dapur, tetapi juga untuk menghadapi bahtera rumah tangga bersama pasanganku. Biarlah teman hidupku menjadi suatu misteri yang belum diungkap oleh Yang Kuasa. Semoga yang menjadi pilihan dan harapanku nanti adalah muara terakhir bagiku sebagai wanita yang mandiri.
- Memilih Profesi yang Mulia Meski Berisiko Bisa Membuat Hidup Lebih Berarti
- Pekerjaan Bisa Dicari, Tapi Keluarga Tak Bisa Diganti Bila Salah Satu Pergi
- Hamil di Usia 15 Tahun, Bercerai Juga di Usia 15 Tahun
- Kalau Belum Bisa Resign, Ya Sudah Nikmati Saja Pekerjaan yang Ada
- Sebelum Menikahi Pria Beda Keyakinan, Restu Orangtua Harus Didapatkan
(vem/nda)