Bergelar Sarjana Jadi Ibu Rumah Tangga, Nggak Masalah Kok!

Fimela diperbarui 28 Apr 2018, 09:30 WIB

Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.

***

Hidup memang penuh pilihan dan juga tantangan. Setiap yang dipilih mempunyai tantangan dan risiko tersendiri. Begitu juga dengan hidupku. Sejak awal aku tahu bahwa memilih menjadi ibu rumah tangga bukan jalan yang mudah. Menjadi ibu rumah tangga merupakan pilihan paling tidak populer di kalangan perempuan saat ini. Apalagi bagi perempuan yang kuliah dan mendapat gelar sarjana. Katanya sayang sekali, ijazah sarjana yang diperoleh dengan belajar selama bertahun-tahun hanya disimpan di lemari.    

Aku seorang sarjana ekonomi, lulus dengan IPK yang sangat memuaskan. Aku pernah menjadi mahasiswa teladan  di almamater. Setelah lulus, aku bekerja di sebuah perusahaan swasta. Aku mulai meniti karierku. Aku baru memutuskan untuk menikah saat menginjak usia 30 tahun, dan tetap bekerja setelah menikah.



Delapan bulan kemudian, aku positif hamil. Ternyata aku mengalami morning sickness yang cukup parah sehingga mau tidak mau aku harus keluar dari pekerjaanku demi anak yang ada dalam rahimku. Banyak teman yang menyayangkan keputusanku untuk berhenti kerja. Menurut mereka, aku punya prestasi yang sangat baik  dan berpeluang besar untuk punya jabatan yang tinggi. Tapi aku tetap dengan keputusanku. Syukurlah, dengan istirahat yang cukup panjang dan perawatan khusus dari dokter, anakku lahir dalam kondisi sehat.

Masa transisi dari dua dunia yang berbeda sempat membuat aku stres. Aku tertekan dan mudah tersinggung. Tapi aku sangat beruntung suamiku sangat mengerti kondisiku. Dukungan dan pujiannya membuat semua hal yang negatif di hati perlahan menguap. Aku mulai menikmati kehidupan baruku sebagai seorang ibu rumah tangga.

Menjadi seorang ibu rumah tangga bukan persoalan yang gampang. Ternyata jauh lebih sulit daripada berkarier di kantor. Pekerjaaan ini tidak ada jam kerjanya dan membutuhkan berbagai keahlian, pengetahuan, dan ketrampilan mengatur. Harus bisa berperan sebagai seorang direktur, manajer, bendahara, dokter, koki, asisten rumah tangga, guru, dan masih banyak lagi. Juga harus tegar dan punya stok sabar yang banyak agar bisa menghadapi anak dan suami yang semuanya minta “dilayani”. Sungguh hebat, bukan?



Setelah menjalani peran sebagai ibu rumah tangga, membuatku sangat bersyukur dan bahagia. Aku merasa beruntung sudah menikah dan dipercaya oleh Tuhan membesarkan dua orang putri yang cantik. Aku bisa punya banyak waktu untuk bermain apa saja dan kapan saja dengan anak-anakku. Bisa tidur siang bersama. Melihat tumbuh kembang mereka yang hanya sekali seumur hidup terjadi dan tidak bisa terulang lagi. Menyajikan makanan yang sehat bagi keluarga kecilku. Dan yang terpenting adalah aku selalu dicintai suami dan disayang anak-anak. Itu sudah cukup bagiku. Karena itu aku menjalani peranku sebagai ibu rumah tangga dengan ikhlas.

Aku tidak setuju dengan anggapan sebagian orang bahwa hidup seorang perempuan akan sia-sia karena tidak bekerja padahal punya gelar sarjana. Aku sudah membuktikan sendiri, HIDUPKU LUAR BIASA INDAH dengan gelar seorang IBU RUMAH TANGGA.   





(vem/nda)