Agar Cepat Punya Momongan, Kulepaskan Sesuatu yang Berharga dari Hidupku

Fimela diperbarui 23 Apr 2018, 14:30 WIB

Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.

***

Ini kisah sekitar 5 tahun yang lalu. Aku memutuskan menikah setelah bekerja hampir 4 tahun sebagai Customer Service di salah satu bank swasta yang cukup terpandang. Gaji yang terus naik setiap tahun, uang hari raya, tunjangan cuti dan bonus tahunan yang sudah cukup besar untuk seorang wanita single, membuatku loyal bekerja di perusahaan tersebut.

Suamiku tidak mempersalahkan pekerjaanku, bahkan ia yang mengantar-jemputku pulang pergi kerja. Hingga menjelang 4 bulan pernikahan, aku tak kunjung mengandung, padahal sama sekali tak ada masalah dengan hubungan suami-istri kami di atas ranjang, bahkan tak ada masalah kesuburan di antara kami. Karena keinginanku untuk segera memiliki momongan setelah menikah, aku dan suami tak menunda lagi untuk langsung memeriksakan diri ke dokter kandungan sekaligus program untuk memiliki anak.



Keputusan yang cukup berat kuambil pada akhirnya, yaitu meninggalkan semua yang sudah kuraih selama ini. Aku ingin fokus berikhtiar dalam memperoleh keturunan. Kekhawatiranku bukan tanpa alasan, kebetulan ketika itu ada beberapa rekan kerjaku yang telah menikah cukup lama namun belum dikaruniai janin pada rahimnya. Memang anak adalah karunia dari Allah, namun terkadang manusia dihadapkan oleh pilihan, terutama bagi wanita yang telah menikah, berkah akan lebih mudah didapatkan ketika memutuskan untuk berada di rumah mengurus suami dan fokus pada keinginan terbesar.



Aku keluar dari pekerjaanku di saat gajiku baru saja dinaikkan oleh atasan. Bukan hal yang mudah bagiku, seorang yang terbiasa memegang gajinya sendiri, mendadak harus bergantung sepenuhnya pada penghasilan suami, hanya mengharapkan keridhoan suami dalam memberikan nafkahnya, baik lahir maupun batin. Tidak ada lagi spa, perawatan diri khusus, pergi massage, pergaulan, kecuali hanya bergulat dengan asap dapur.

Tidak kunjung hamil sempat membuat diriku down dan putus harapan, program hamil dari dokter sudah kami jalani hingga memutuskan untuk program keturunan melalui obat-obatan herbal. Hingga bulan ketujuh sejak aku keluar dari pekerjaan, tanpa sadar aku sudah telat menstruasi selama 10 hari.



Saat aku sudah pasrah, menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah SWT, Ia mengirimkan titipan-Nya ke dalam rahimku. Bulan Mei tahun berikutnya, seorang bayi perempuan lahir dari kehamilan prematur karena pendarahan akibat placenta previa. Jadi perjuanganku untuk memiliki keturunan masih mengalami ujian bahkan ketika si jabang bayi sudah berada dalam rahimku. Alhamdulillah perjuangan berakhir dengan indah namun menjadi awal dari kehidupan baruku, yaitu menjadi seorang ibu.

Hanya satu hal di dunia ini yang tidak dapat dibayar dengan uang berapapun, gaji berapapun tidak akan cukup untuk membayar seorang bayi, darah daging yang diciptakan dan dititipkan olehNya. Jadi wanita Indonesia, ketika kamu dihadapkan pilihan untuk meneruskan karier atau kehidupan masa depanmu yang sempurna, yaitu menjadi seorang ibu, pilihlah menjadi seorang istri, calon ibu terbaik bagi anak-anakmu kelak. Menjadi seorang ibu bukanlah sebuah cita-cita sederhana, karena tidak setiap wanita terpilih untuk meraihnya.




(vem/nda)