Siapa yang tidak mengenal Pidi Baiq? Penulis yang sukses melahirkan karya yang banyak diminati, bahkan ketika Dilan 1990 difilmkan pun mencetak sukses yang besar. Sosok yang akrab dipanggil dengan nama ayah Pidi ini sudah cukup lama berkecimpung di dunia seni dan ia pun tercatat sebagai dosen di Fakultas Seni dan Sastra Institut Teknologi Bandung (ITB).
Pria kelahiran 8 Agustus 1972 ini adalah salah satu seniman multi talenta yang dimiliki Indonesia. Dan di balik semua karyanya, ia adalah salah satu sosok yang misterius. Tidak bisa ditebak dan sangat unik. Bukan hanya seorang dosen, musisi dan penulis. Ia juga seorang ilustrator, komikus, pencipta lagu dan terbaru, sutradara. Pada proyek film DILAN 1990, Pidi Baiq turun langsung sebagai sutradara mendampingi Fajar Bustomi.
Pidi Baiq juga dikenal sebagai penulis puisi dengan karya yang sudah tersebar luas. Beberapa puisinya pun diabadikan di tembok-tembok jalanan Bandung, kota kelahirannya tercinta. Pria yang menyebut dirinya sebagai Imam Besar band The Panas Dalam ini menolak untuk tampil di layar kaca, tempat yang biasanya dituju banyak band untuk mempromosikan karya mereka. Bukan berarti Pidi tak pernah tampil di televisi, namun sekali jadi bintang tamu, Pidi memilih untuk tidak lagi melakukannya.
Pidi Baiq merasa televisi bukanlah dunianya. Bukan sombong, namun ia merasa itu bukan dunianya dan Pidi memang tak suka terlalu dipublikasikan. Belakangan, Pidi pun tak banyak tampil di atas panggung bersama The Panas Dalam. Ia menyerahkan mic kepada Erwin dan memantau band yang ia gawangi dari jauh. Sesekali muncul, namun tak terlalu intens manggung bersama band ini.
Ladies, tahu tidak meski tak suka tampil di depan kamera dan jarang melakukan wawancara dengan media, bukan berarti Pidi menjauhi publik. Ia aktif di dunia maya, memiliki akun di Facebook, Twitter dan juga Instagram dengan ID @pidibaiq yang diikuti oleh ribuan orang.
Pidi Baiq pun sangat interaktif di dunia maya, kerap membalas pertanyaan dan komentar di akun pribadinya. Namun media sosial milik Pidi bukan tempat untuk memamerkan kehidupannya dan juga keluarga. Foto dirinya sendiri pun amat jarang diposting, jika ada, biasanya bersama orang lain atau dengan pose yang unik.
Menurutnya sebelum dijadikan buku, DILAN 1990 adalah sebuah tulisan Pidi di blog pribadi yang ia tulis kala tinggal di Rusia. Rasa rindu pada tanah kelahirannya dan masa muda kala SMA membuat Pidi menciptakan karakter Dilan.
Ia tak pernah memaksudkan tulisan tentang Dilan yang disebut sebagai proyek drunken alias tulisan kacau ala orang mabuk sebagai novel yang bakal laku. Namun ternyata ada banyak pembaca yang suka dan memintanya untuk terus melanjutkan tulisannya tentang Dilan. Sampai akhirnya terbit DILAN: Dia adalah Dilanku Tahun 1990 terbit tahun 2014, DILAN Bagian Kedua: Dia adalah Dilanku Tahun 1991 terbit tahun 2015 dan MILEA: Suara dari Dilan terbit tahun 2016.
Pidi pernah mengungkap bahwa ia sangat menyukai sosok Dilan yang slengekan. Namun ketika ditodong oleh pembaca, apakah Dilan adalah gambaran masa mudanya, Pidi tak mau menjawab. Menjadikan semuanya sebagai misteri yang tak terpecahkan hingga kini.
Dengan berbagai karyanya yang meledak, pemasukan Pidi dari royalti dan uang hasil manggung bersama The Panas Dalam tentu tidak sedikit. Namun menurutnya, urusan ini adalah masalah duniawi dan ia tidak peduli. Pidi tidak pernah tahu berapa royalti yang ia terima meski pihak penerbit selalu melaporkannya. Semua ia serahkan kepada sang istri dan hanya meminta uang saku setiap hari dengan jumlah secukupnya, asal bisa untuk ongkos harian.
Soal royalti dari lagu yang ia ciptakan, buku karyanya dan film DILAN 1990 yang sukses besar di pasaran, Pidi tak ambil pusing. Baginya, urusannya adalah untuk menciptakan karya, tanpa tekanan dari siapapun. Jadi royalti adalah masalah duniawi yang tak perlu ia pikirkan.
Bagaimana ladies? Pidi Baiq memang sosok yang misterius, sekaligus puitis ya? Nah, jika kamu sudah kangen dengan lanjutan cerita Dilan 1990 tunggu kelanjutan kisah Dilan dan Milea akhir tahun 2018 ini.
(vem/apl)