Apakah Gula yang Terkandung di Buah Baik untuk Diet?

Fimela diperbarui 17 Apr 2018, 09:00 WIB

Kacie Dickinson, Flinders University dan Jodi Bernstein, University of Toronto

Ini adalah tulisan ketiga dari seri tulisan tentang diet bebas gula, perbandingan antara jenis-jenis gula, serta kaitan antara gula dan kesehatan. Baca artikel lain di sini.

Para ahli dan organisasi kesehatan kerap menyarankan kita mengurangi asupan gula. Tapi di sisi lain, kita juga disarankan makan lebih banyak buah.

Semua jenis gula memang memberi kita jumlah kalori yang sama, baik dari buah-buahan maupun soda atau minuman ringan. Meski demikian, gula yang berbahaya jika terlalu banyak dikonsumsi adalah “gula bebas”)—bukan gula yang memang secara alami terdapat di dalam buah atau susu.

Jenis-jenis gula dalam makanan

Gula dalam makanan dan minuman kita datang dalam beberapa jenis. Molekul gula digolongkan jadi dua: monosakarida (molekul tunggal seperti glukosa dan fruktosa) dan disakarida (struktur yang lebih kompleks seperti sukrosa dan laktosa).

Buah-buahan mengandung gula alami, yang merupakan campuran sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Banyak orang mengira bahwa gula dalam buah-buahan termasuk yang berbahaya bagi kesehatan.

      Baca juga:

      Mengapa saat diet kita justru mengidamkan makanan tak sehat

Padahal kenyataannya, fruktosa hanya berbahaya dalam jumlah berlebihan, dan tidak berbahaya ketika berasal dari buah-buahan. Amat sangat sulit bagi kita untuk mengonsumsi fruktosa berlebihan hanya dengan makan buah.

Kita lebih gampang mengonsumsi gula berlebihan lewat makanan dan minuman yang mengandung “gula bebas”.

Gula bebas punya kandungan yang sama (fruktosa, glukosa, sukrosa), tetapi dalam hal ini mereka telah dilepaskan dari sumber alami mereka (jadi tidak dikonsumsi sebagai bagian alami buah, produk susu, dan beberapa sayuran dan biji-bijian).

Gula yang sengaja ditambahkan oleh pabrik, koki, atau konsumen juga termasuk gula bebas.

Risiko kesehatan datang dari gula bebas, bukan buah-buahan

Bukti menunjukkan bahwa risiko kesehatan akibat gula, seperti kebusukan gigi dan kenaikan berat badan yang tak sehat, adalah terkait dengan konsumsi gula bebas yang terlalu banyak—bukan akibat mengonsumsi gula yang secara alami terkandung dalam susu atau buah.

Karenanya, kita direkomendasikan untuk membatasi asupan gula bebas agar tidak melebihi 10% kalori harian. Bagi orang dewasa rata-rata, ini berarti 50g atau sedikit lebih banyak dari kandungan gula dalam sekaleng soda atau minuman ringan.

Diperkirakan, orang Australia mendapatkan 60% (65g) asupan gula dari gula bebas.

Makanan yang merupakan sumber gula bebas, seperti jus, minuman ringan, biskuit dan permen, kerap kali mengandung kalori tinggi namun rendah nilai gizi yang lain. Amat mudah mengonsumsi makanan seperti ini ketimbang buah segar, dan mereka juga bisa jadi mengganti makanan bergizi lainnya dalam pola makan.

Ambil contoh sebotol jus buah—untuk mendapatkan kandungan gula yang sama dengan jus ini, kita perlu memakan enam jeruk utuh. Dan karena buahnya sudah dalam bentuk jus, maka ia sudah termasuk dalam batas gula bebas harian.

Kalori yang didapat dari minuman bergula kerap jadi tambahan kalori yang kita dapat dari makanan, sehingga lama-kelamaan menyebabkan kenaikan berat badan.

Memakan buah kering dalam jumlah banyak juga bukanlah ide bagus jika kita sedang membatasi asupan gula. Melalui proses pengeringan, gizi yang ada jadi terkonsentrasi. Aprikot kering, misalnya, mengandung gula enam kali lebih banyak (40g per 100g) ketimbang aprikot segar (6g per 100g).

Kita perlu makan buah

Tidak seperti banyak makanan lain yang tinggi kadar gula bebasnya, buah-buahan mengandung beragam gizi yang membantu pola makan seimbang bagi kesehatan.

Misalnya saja, buah merupakan sumber serat yang bagus. Pisang mengandung 20-25% (6g) asupan serat harian yang direkomendasikan. Makan serat yang cukup adalah penting untuk melindungi kita dari kanker usus besar.

Sayangnya, banyak orang dewasa di banyak negara hanya mengonsumsi setengah jumlah yang direkomendasikan setiap hari (25g untuk perempuan Australia dan 30g untuk laki-laki).

Serat dalam buah, yang kerap absen dalam banyak makanan dan minuman yang mengandung gula bebas, juga membantu memberi rasa kenyang, sehingga kita makan lebih sedikit. Penyebabnya belum jelas, tetapi mungkin ada kaitannya dengan volume makanan (terutama ketika dibandingkan dengan cairan) dan proses mengunyah yang terjadi.

Buah juga merupakan sumber bagus untuk gizi lain seperti kalium, yang membantu menurunkan tekanan darah, dan flavonoid, yang dapat menurunkan risiko penyakit jantung.

Terdapat bukti bahwa memakan buah utuh (baik buah saja maupun dikombinasikan dengan sayuran) mengurangi kemungkinan kematian akibat kanker, obesitas dan penyakit jantung.

Meski demikian, hanya sekitar 50% orang Australia yang memakan setidaknya dua buah-buahan per hari.

Panduan pola makan di dunia kebanyakan menyarankan memakan buah-buahan dan sayur-mayur, dengan titik berat pada sayuran. Untuk mencoba memakan dua buah-buahan per hari ingatlah bahwa satu buah-buahan bisa berupa sebuah pisang, apel, jeruk, atau dua buah-buahan yang lebih kecil seperti plum, aprikot, atau semangkok anggur atau berries. 

      Baca juga:

      Mengapa riset kesehatan jarang mempengaruhi kebijakan di Indonesia

Jadi, cobalah untuk mengonsumsi makanan yang tidak mengandung gula tambahan (atau kalau pun ada, hanya sedikit). Dan minumlah air putih, bukan minuman bergula, ketika kita haus.

Kacie Dickinson, Accredited Practising Dietitian; Lecturer in Nutrition and Dietetics, Flinders University dan Jodi Bernstein, PhD Candidate in Nutritional Sciences, University of Toronto

Sumber asli artikel ini dari The Conversation. Baca artikel sumber.

(vem/kee)
What's On Fimela