Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.
***
Hidupku pilihanku.
Yap, 29 tahun di usia yang menurut sebagian besar orang adalah dilema, di mana mereka berpendapat bahwa di usia ini seharusnya aku sudah memiliki paling tidak satu anak alias sudah cukup menikah. Terlebih lagi, ini Indonesia. Di negara kita tercinta ini usia ideal menikah adalah 25 tahun. Lebih dari usia versi mereka itu, mereka memiliki panggilan tersendiri buat mereka, yaitu perawan tua. Setua itu? Tidak bermaksud munafik dan tidak mengesampingkan rasa hormatku terhadap sebuah pernikahan, mendengar hal itu, aku hanya bisa mengatakan, "Senyumin aja!"
Aku adalah tipe orang yang terkadang aku pun sulit menjelaskan atau menggambarkan orang seperti apa aku sebenarnya. bukan berarti aku memiliki masalah kepribadian. Satu hal yang pasti adalah, sebagai seseorang yang bergolongan darah AB, aku adalah orang yang sedikit keras kepala dan tidak terlalu memikirkan pendapat orang lain terlebih jika pendapat itu aku rasa kurang bermanfaat dan bukan sebuah kritik membangun. Namun di balik sisi keras kepalaku itu aku bukanlah tipe orang yang antipati terhadap lingkungan sekitar. Sebagai seorang pisces, aku adalah pribadi yang sensitif dan memiliki banyak kasih sayang, dan tingkat kepedulianku itu sedikit berada di atas rata-rata (serius, anggukin aja).
Dimulai sejak lima tahun lalu, tepatnya saat usiaku baru 24 tahun dan baru saja menyelesaikan studi S1-ku. Jenis-jenis pertanyaan populer saat itu, “Mana pacar?” “Kapan lagi?" “Ana udah married?” Awalnya, jawaban dari pertanyaan–pertanyaan itu adalah, “It's okay, wajar mereka nanya." Kemudian, pertanyaan itu semakin sering terdengar, terlebih jika aku pergi ke nikahan teman sebaya atau teman yang lebih muda, jawaban dari pertanyaan itu naik ke level yang lebih tinggi, yakni memuakkan. Dan seiring berjalannya waktu, pertanyaan-pertanyaan ajaib itu terdengar biasa saja, masuk kuping kiri, keluar lewat kuping kanan, waktu akhirnya membuatku kebal.
Di tengah hiruk pikuk nasihat orang tua, teman, keluarga sampai para tetangga, aku berharap ada seseorang yang mengerti dan paham lalu berkata, "Slow aja, let it be." Kenapa orang–orang tidak bisa bersikap manis seperti idola k-pop-ku, atau ngomong yang manis-manis kaya lirik lagu cinta, bukan sebaliknya. Apa kalian lupa? Di dunia ini ada sesuatu yang di sebut takdir. Di mana ajal, jodoh, dan rezeki kalian itu sudah diatur sedemikian rupa dan dengan sebaik-baiknya.
Pernikahan bukanlah sesuatu yang dapat kalian paksakan atau kalian lakukan hanya karena kalian ingin, apalagi jika alasannya senorak usia. Jika kau ditakdirkan bertemu seseorang maka pasti Tuhan punya jalannya sendiri untuk mempertemukan kalian, begitupun sebaliknya. Just let it be.
Tentu saja menikah bukanlah hal yang buruk, sebaliknya itu adalah hal yang sangat baik bagi pasangan yang tahu tujuan mereka menikah. Tapi itu tak berarti kita tidak bisa melakukan hal baik hanya karena kita belum atau tidak menikah. Di dunia ini ada begitu banyak hal positif yang dapat kalian lakukan, terlepas dari status kalian, baik itu married atau not married.
Jadikanlah hidupmu bernilai dengan tidak menilai buruk tentang pilihan hidup seseorang. Karena apapun pilihan yang mereka putuskan dan bagaimana mereka memandang arti pernikahan atau bagaimana mereka akan menjalani kehidupannya, itu bukan urusan kalian. Kalau kata orang Korea, norang musun sanggwani ya? Stay cool. Let it be. Dan selalu tahu cara bersyukur dan menikmati apa yang sudah kita miliki. Oke?
- Jangan Lupa Bersyukur Sebab Semua Akan Indah pada Waktunya
- Melepas Keinginan Merantau demi Orangtua, Ternyata Ini Memang yang Terbaik
- Putus Setelah 5 Tahun Pacaran, Aku Takut Kekasihku Berubah Jadi 'Monster'
- Tersenyumlah Walau Harimu Kelam dan Tak Ada Orang yang Memahami Kondisimu
- Selalu Ada Jalan Mengatasi Kesulitan Selama Restu Orangtua dalam Genggaman
(vem/nda)