Putus Setelah 5 Tahun Pacaran, Aku Takut Kekasihku Berubah Jadi 'Monster'

Fimela diperbarui 14 Apr 2018, 18:45 WIB

Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.

***

Malam itu sekembalinya dari Bekasi, aku tidak menyangka dia akan berubah sedrastis itu. Awalnya dia setuju untuk mengantarku mengambil paket ke Bekasi. Berangkatlah kami ke Bekasi pada malam hari dengan asumsi jalanan tidak akan terlalu macet. Semua berjalan seperti biasa. Aku sibuk karaoke dengan suara yang seadanya dan dia pun dengan sabar mendengarkan. Bercanda, menggoda satu sama lain. Semuanya berjalan seperti seharusnya. Paket sudah ada di tangan. Waktunya kami mengisi perut yang keroncongan.

Kami memutuskan untuk mencoba sebuah restoran baru di dekat sana. Dia pun harus punya tempat untuk melaksanakan meeting via telepon dengan kliennya. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Mataku terasa berat. Kopi rasanya tidak lagi mempan. Aku beberapa kali membujuknya untuk bisa tidur di dalam mobil sembari menunggu meeting-nya selesai. Beberapa kali mengganti posisi duduk tidak juga membuat kantukku hilang.

Mungkin dia akan sedikit sebal karena ocehanku yang terlalu banyak. Tapi semoga tidak memecah konsentrasinya dalam bekerja. Meeting-nya telah selesai, waktunya pulang dan beristirahat. Mobil kami melaju keluar dari parkiran. Kantuk tak tertahankan membuatku menidurkan kursi dan memejamkan mata. Ya, mataku sudah tak kuat. Aku meminta izin kepadanya untuk tidur sejenak.

Mobil kami sudah mendekati daerah rumah namun harus berhenti karena ada mobil yang menghadang. Hidup tidak selalu mulus. Begitu pun di jalanan. Banyak orang tidak tahu diri mencoba menjadi penguasa jalanan. Dengan kesal, dia memutar mobil dan melaju menjauhi mobil itu. Makin lama makin cepat. Suara klakson menjadi penyemangat. Motor disalip. Tikungan disambar olehnya. Posisiku pada waktu itu hanya bisa menyuruhnya untuk berhati-hati. Dalam hati bertanya kenapa dia melakukan itu. Hingga tiba depan rumah, emosinya belum hilang. Mobil digas sekencang kencangnya. Aku berteriak. Menyuruhnya berhenti melakukan hal itu. Aku takut. Dia berubah. Bukan kekasih yang kucintai lagi. Berubah menjadi binatang buas. Masuk ke kamar dan memukul segala hal. Melempar barang.

Dia selalu bilang kalau pelukanku selalu bisa menjadi penyemangat. Menjadi penghangat. Dan menjadi kebutuhan. Aku mencoba mencairkan suasana. Tanganku mencoba menggapainya. Namun yang aku dapat hanya pukulan. Tepat di punggung. Aku berteriak kesakitan sekaligus sedih. Lima tahun bersamanya, tidak pernah tangannya itu punya kekuatan untuk memukulku. Hari ini dia melakukannya. Tepat di saat kami sudah memutuskan untuk menikah. Tahun depan menjadi waktu pilihan kami. Selain jadi tidak terburu-buru, uang tabungan kami juga pasti sudah cukup.

Seketika rasa ragu menyelimuti pikiranku. Apakah benar dia pria yang aku harapkan menemaniku sepanjang hidup? Benarkah pria ini yang akan membesarkan anak-anak bersamaku? Benarkah pria di hadapanku ini adalah lelaki yang sangat mencintaiku? Tangannya begitu ringan. Namun mulutnya diam membisu. Selepas peristiwa itu, kami tidak berbalas pesan. Dia pun belum melontarkan kata maaf atau menyesali apa yang sudah dilakukannya. Seakan akan hal yang dilakukannya wajar. Wajar untukku rasakan karena aku wanitanya.

Masihkah dia mencintaiku? Aku rindu. Tapi sekaligus takut. Takut dia menjadi buas. Takut harus melihat lelaki yang kucintai menyakiti dirinya sendiri. Hal itu yang terus berputar di imajinasiku.  Aku ingin dia kembali. Mengendalikan emosi. Lalu kembali ke pelukan. Namun itu jauh dari harapan. Sudah lebih dari seminggu, tidak ada tanda tanda kami akan berbaikan.

Lima tahun bersamanya, baru beberapa kali dia semarah itu. Dan itu pertama kalinya dia mendaratkan tangannya di tubuhnya. Dengan tenaga dan dengan kasar. Aku masih belum tahu apakah ini jadi yang terakhir atau aku siap terjun ke dalam kehidupannya. Keluarga kami sudah menyetujui pernikahan kami. Tapi setelah kejadian waktu itu, kuputuskan untuk mengakhirinya. Mengakhiri masa-masa indah itu. Mengakhiri mimpi indah pernikahan kami.

Setelah satu minggu ini, mungkin dia pun tidak mencintaiku lagi. Aku menjadi ragu jika selama ini aku mengganggapnya sangat mencintaiku. Rasanya sudah lenyap. Memanggil amarah untuk menguasainya. Dan dengan terpaksa aku harus melepasnya. Perpisahan adalah hadiah terbaik untuk hari jadi kita yang keenam tahun ini. Keputusan terbaik di usiaku yang tidak lagi muda. Semoga kamu suka. Happy Anniversary Sayang!

(vem/nda)
What's On Fimela