Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.
***
Nenekku hidup di desa kecil bernama Sugihwaras di Palembang, Sumatera Selatan. Nenek mempunyai satu anak laki-laki dan dua perempuan kembar. Nenek adalah seorang single parentlulusan Sekolah Rakyat (SR). Baginya, itu bukanlah sebuah halangan untuk menyekolahkan anak perempuannya sampai perguruan tinggi. Tahun 80an bagi orang desa, pendidikan bukan hal yang utama apalagi untuk perempuan. Namun, nenek memiliki pemikiran berbeda dari orang di sekitarnya. Dia ingin anak perempuannya menjadi orang sukses dan memiliki masa depan yang cerah, tidak seperti dirinya.
Nenek memang seorang ibu yang gigih dan berani melepas dua anak perempuannya pergi dari desa untuk kuliah di pulau Jawa berharap mereka bisa lepas dari belenggu kesengsaraan. Dengan tekad dan doa akhirnya ibuku dan kembarannya berangkat ke Jawa dengan bus rute Palembang-Malang (Jawa Timur) selama tiga hari perjalanan untuk melakukan tes masuk perguruan tinggi negeri. Kebetulan ibuku dan kembarannya mempunyai cita-cita yang sama, yaitu ingin menjadi guru dan kuliah di IKIP Malang yang saat ini menjadi Universitas Negeri Malang.
Berbekal keberanian karena mereka hanya mengikuti kakak tingkat dan tidak diantar orangtua akhirnya mereka lulus tes masuk IKIP Malang. Ibuku diterima di Program Studi Pendidikan Sejarah dan kembarannya di terima di Program Studi PPKN. Untuk membiayai kuliah putrinya, nenek banting tulang menjadi seorang penjahit dan petani dibantu dengan anak laki-lakinya yang mengalah untuk tidak kuliah. Karena terkendala jarak tentu ini menjadi tantangan untuk ibu dan kembarannya. Ketika kehabisan uang mereka harus mengirim surat ke Palembang itu pun sampainya tiga hari, uang dikirim melalui kantor pos juga membutuhkan waktu yang lama. Dengan semua kekurangan dan perjuangan akhirnya mereka lulus dengan gelar Sarjana Pendidikan.
Inilah yang menjadi motivasiku untuk menjadi manusia yang berwawasan luas dan memiliki pengalaman dengan menempuh kuliah di perguruan tinggi yang sama dengan ibu. Aku ingin meneruskan estafet perjuangan pendidikan mereka. Dari kecil aku sudah dihegemoni tentang gambaran kehidupan kota Malang, yang secara tidak langsung mulai Sekolah Dasar (SD) aku sudah terpikir ingin seperti ibu kuliah di Universitas Negeri Malang (UM). Setiap mengutarakan keinginan untuk kuliah di Malang, ibu selalu mengamini. Ibu tidak pernah menjatuhkanku apalagi memberhentikan cita-citaku. Meskipun aku tahu keadaan ekonomi keluarga kami saat itu di ambang batas. Ibu percaya jika kita berusaha Tuhan akan memberi rezeki.
Dahulu sarjana lulusan dari Jawa memiliki peluang besar untuk mudah mendapatkan pekerjaan. Tapi kenyataannya dari aku kecil sampai tumbuh besar ibuku masih berjuang menjadi guru honorer yang gajinya bisa dibilang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Meskipun begitu, ibu tidak patah semangat sampai menjadi guru honorer di empat sekolah baik negeri maupun swasta.
Aku ingat benar ketika ibu selalu berangkat ke sekolah dengan mengayuh sepeda karena saat itu belum memiliki kendaraan dengan jarak tempuh yang jauh dan kondisi jalan yg rusak demi mencerdaskan anak bangsa. Tekadnya mulia, aku melihat kegiatannya yang selalu tepat waktu, memotivasi siswa, dan membantu siswa yang memang kekurangan biaya supaya mendapatkan bantuan dari pihak sekolah.
Dia tidak segan-segan mendatangi rumah siswa yang berhenti dari sekolah untuk membujuk mereka supaya mau sekolah lagi. Ibuku berjuang menjadi guru honorer dari tahun 2004. Semua itu proses yang panjang, aku benar-benar melihat perjuangannya saat tes masuk Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) kami sekeluarga selalu berdoa semoga ini rezeki ibu keterima tapi nyatanya sudah enam kali ibu mencoba tidak lulus juga. Setiap pengumuman tes CPNS melalui koran dan ternyata tidak ada nama ibu, aku menangis di kamar. Sedih rasanya, tapi itulah perjuangan. Akhirnya penantian itu berbuah manis pada tahun 2014 ibu diangkat menjadi CPNS dan itu pun usianya sudah 44 tahun.
Pengalaman itulah yang menguatkan aku untuk terus berjuang di sekolah dengan mengukir prestasi. Bisa dibilang mulai SD smpai SMA aku siswa berprestasi. Setelah selesai Ujian Nasional SMA aku disibukkan dengan pendaftaran perguruan tinggi. Semangatku saat itu menggebu harus masuk ke Universitas Negeri Malang melalui jalur undangan atau SNMPTN.
Ibu dan ayah selalu mendukungku dengan doa dan terus memberi motivasi. Benar istilah semakin tinggi pohon maka angin akan semakin kuat. Banyak cibiran yang dikatakan orang-orang di sekitarku. Ada yang mengatakan ke ibu, "Kamu jangan menjanjikan anakmu sekolah ke Jawa, apa kamu bisa membiayai? Ikut bidik misi aja (dengan nada menyindir)." Aku tahu ibu masih CPNS belum menjadi PNS saat itu, wajar saja orang berpikir semacam itu. Cibiran itu terus saja menghantui pikiranku. Aku menangis sesaat tetapi aku tetap semangat dan kutanamkan dalam hati bahwa lihat saja nanti, "Aku pasti lolos jalur SNMPTN di Universitas Negeri Malang."
Awalnya ada perdebatan kecil antara aku dan ibu masalah jurusan yg harus kupilih untuk diletakkan dalam pilihan SNMPTN. Aku suka psikologi dan memang tertarik kepada ilmu yang mempelajari perilaku seseorang. Ibu menyarankanku masuk Prodi Pendidikan Sosiologi karena jarang dan peluangnya besar untk diterima CPNS. Wajar ibuku memikirkan itu karena sesuai dengan pengalamannya.
Aku menangis dan bingung selama dua hari akhirnya aku mengikuti permintaan ibu untuk meletakkan pilihan pertama di Pendidikan Sosiologi. Benar bahwa ridho Allah tergantung pada keridhoan orangtua. Beberapa bulan setelah itu tibalah pengumuman SNMPTN, setelah kubuka ternyata aku lolos pada pilihan pertama Prodi Sosiologi di Universitas Negeri Malang. Tanpa kusadari air mataku bercucuran, aku menangis sekuat-kuatnya terngiang di kepalaku cibiran-cibiran yang menjatuhkanku sembari aku sujud syukur.
Saat ayah, ibu, adik pulang dari sekolah dan kemudian membuka pintu, mereka terkejut melihat aku sudah menangis. Aku tidak bisa berkata-kata lagi, senang dan terharu melihat wajah ayah dan ibuku yang menahan tangis. Kuperlihatkan hasil pengumuman SNMPTN itu dengan tersedu-sedu aku berkata, "Yah, Bu, aku lolos di Universitas Negeri Malang." Mereka memelukku dengan bangga. Rezeki yang luar biasa pun datang. Beberapa bulan sebelum pengumumn SNMPTN ibuku diangkat menjadi PNS. Ibuku berkata, "MasyaAllah Sa ini rezekimu, Allah Maha Tahu. Ibu keangkat PNS karena untuk biaya kamu kuliah. Kalau tidak diangkat PNS ibu pasti bingung bagaimana mau menguliahkan kamu."
Saat ini aku sudah mahasiswa bahkan tidak terasa sudah semester enam. Selama menjadi mahasiswa aku tetap mendapatkan kontrol dari orangtua, mendapatkn motivasi yang lebih lagi. Di kampus aku berusaha untuk menjadi lebh baik lagi. Di jurusan Sosiologi aku banyak mendapatkan pengetahuan baru karena Sosiologi ilmu yang mempelajari tentang masyarakat. Di sini mata dan hatiku mulai peka terhadap pemasalahan-permasalahan yang ada di sekitar. Melakukan penelitian-penelitian sosial yang memang tujuannya untuk dekat dan mengetahui apa yg dibutuhkan oleh masyarakat. Ada keinginan dalam hatiku untuk menjadi seorang guru dan penulis. Dengan menjadi seorang guru aku bisa membagikan pengetahuanku kepada anak didik dan ketika menjadi seorang penulis aku ingin orang mengingat karyaku terlebih lagi karya itu bermanfaat bagi banyak orang.
Setelah masuk di UKM Penulis aku mulai menggeluti dunia kepenulisan mulai menjadi pemakalah seminar internasional maupun nasional, mulai mengikuti lomba-lomba kepenulisan ilmiah seperti LKTI dan esai nasional. Suatu pencapaian terbesar saat kuliah, proposal Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKM-P)-ku didanai oleh DIKTI. Setelah itu aku mulai memberanikan diri untuk masuk ke dunia jurnalis di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Siar Universitas Negeri Malang yang mengajarkan banyak hal tentang kejurnalistikan, peka terhadap masyarakat dan berusaha menjadi agent of changedengan berpikir kritis. Setelah menjadi bagian dari LPM Siar Aku juga aktif menulis di media online dan cetak.
Dengan prestasi-prestasi tersebut aku mendapatkan banyak pengalaman dan semakin membuka wawasan bahwasanya pendidikan itu penting bagi kehidupan kita. Meskipun kita tidak memiliki harta yang berlimpah tapi ketika kita mempunyai pegangan pendidikan yang kuat kita bisa mewujudkan apa yang kita harapkan dan kita menjadi selangkah lebih maju dari orang-orang yang mengesampingkan pendidikan. Percayalah bahwa pendidikan bisa mengubah hidup lebih baik lagi, tidak ada kendala yang bisa mematahkan semangat kita ketika kita mau berusaha. Tuhan akan menjawab semua usaha kita dengan rencana yang lebih indah.
- Belum Punya Kerjaan Tetap dan Jodoh Belum Menetap, Bahuku Harus Sekuat Baja
- Menjadi Wanita Karier Tak Lantas Membuatku Jadi 'Ibu Durhaka'
- Untuk Memilih Jurusan yang Tepat, Jangan Cuma Menuruti Gengsi
- Cinta Bisa Datang Belakangan Saat Sudah Sama-Sama Merasa Nyaman
- Harta yang Melimpah Nyatanya Tak Bisa Mengobati Kesepian