Fokus Rawat Ibu yang Sakit, Aku Belum Menikah Meski Usiaku Hampir 40 Tahun

Fimela diperbarui 10 Apr 2018, 13:00 WIB

Hidup memang tentang pilihan. Setiap wanita pun berhak menentukan dan mengambil pilihannya sendiri dalam hidup. Seperti cerita sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Menulis April 2018 My Life My Choice ini. Meski kadang membuat sebuah pilihan itu tak mudah, hidup justru bisa terasa lebih bermakna karenanya.

***

Aku adalah seorang wanita single yang tinggal bersama ibu dengan usia yang sudah renta dan mempunyai penyakit diabetes melitus kronis. Keseharianku bekerja di salah satu instansi pemerintah sebagai seorang penyuluh koperasi dengan jadwal yang bisa dibilang sangat padat. Tapi aku bukanlah seorang PNS. Aku adalah pegawai kontrak yang tiap tahun harus menahan napas, menahan degub jantung, apakah kontrakku diperpanjang atau tidak.

Karierku aku jalani sejak tahun 2012 semenjak ayahku meninggal. Sejak itulah aku berjuang keras berusaha berdiri dan berpijak pada kaki sendiri, tanpa mengharapkan bantuan dari siapapun. Ketika ayahku masih hidup tidak pernah terbayang bagaimana kerasnya kehidupan, karena memang semua sudah tersedia dan disediakan. Hidup serba kecukupan meskipun tidak berlimpah. Sampai pada akhirnya, sosok yang menjadi tumpuan hidupku dipanggil untuk kembali pada Yang Maha Kuasa untuk selamanya.

Ritme kerjaku sangatlah monoton, pagi berangkat ke kantor, dengan jarak 14 km dari rumah, dan paling cepat kutempuh perjalanan selama 15 menit. Setelah mengikuti apel pagi pembinaan dan pendampingan ke koperasi. Tidak jarang jarak tempuh dari kantor ke koperasi sampai satu jam sendiri. Terkadang pulang sampai malam karena memang pembinaan dan pendampingan tidak bisa ditentukan selesainya. Setiap harinya aku bekerja dengan hati yang was-was, tidak tenang. Meninggalkan ibu yang sudah renta sendirian di rumah tanpa ada yang menjaga.

Ibuku adalah wanita yang usianya sudah lebih dari 63 tahun. Mungkin ada beberapa yang usia sebaya yang masih sehat, tapi tidak dengan ibuku. Sejak usia 37 tahun penyakit diabetes melitus menggerogoti kesehatannya. Sebagai wanita desa yang cenderung tidak mengerti dan memahami arti sebuah kesehatan, penyakit itu dibiarkan saja hingga membuat ibuku mempunyai gejala penyakit jantung, dan yang paling parah adalah membuat mata ibuku terkena penyakit retinopatik akut yang membuat pandangan matanya kabur dan semua gigi ibuku habis tak tersisa. Tapi semangat ibuku luar biasa, tidak mengeluh dan setiap kali aku tawarkan seseorang yang bisa menemani saat aku pergi bekerja ibuku selalu menolaknya.

Dan di umurku yang menjelang 40 ini aku masih saja sendiri. Bukannya tidak mau menikah, tapi amanah almarhum ayahku untuk menjaga ibuku terkadang membuatku lupa bahwa aku juga harus memikirkan masa depanku. Beberapa laki-laki mendekatiku, tapi kekhawatiranku tentang ibuku membuat semua mentah. Banyak teman kantor yang meledek, karena kesendirianku, tapi bagiku ledekan itu aku tanggapi dengan senyuman dan masuk telinga kanan keluar telinga kiri.

Ibuku adalah segalanya bagiku, dan hidupku akan selalu tercurah untuk beliau. Kesehatannya, kebahagiaannya dan senyumannya adalah semangat untuk aku meneruskan hidupku setelah ayahku tiada. Aku tidak menyesal kalau banyak orang mencemoohku sebagai wanita yang tidak laku karena aku lebih memilih menjaga ibuku. Mereka hanya tidak tahu. Dan aku percaya, Allah akan meridhoi pilihan hidupku.

(vem/nda)