Sudah kuduga akan banyak yang tidak sesuai dengan isi hatinya, kulihat itu dari gestur dan mimik mukanya. Lagi-lagi hari, setelah menunggu dia pulang dari tempat kerjanya, kami harus segera berangkat ke tempat kakak kandungnya untuk mempersiapkan hari bahagia kami yang sebenarnya sangat singkat ini. Untung saja calon kakak iparku itu selalu membantu kami yang buta akan apa yang seharusnya kami ketahui. Kali ini dia tak setuju warna baju yang akan kami pakai di resepsi. Kucoba tetap pada pendirianku ingin memakai warna merah. Sampai saat ini belum ada jawaban darinya masih dalam proses pembujukan agar dia menyetujuinya.
Kami berempat, dengan kedua calon kakak iparku merapatkan konsep yang harus kami persiapkan, sejauh ini suda sekitar 70% persiapan yang kami lakukan. Pada saat itu Kak Iren menyarankan agar pernikahan kami tidak diadakan secara adat, yaitu adat Batak toba, pada saat itu aku sempat kecewa karena aku sangat ingin diadakannya pesta ada itu. Wajar saja aku sebagai wanita ingin pesta pernikahanku ini perfect, bohong bila kukatakan tak memiliki impian dalam pernikahanku ini.
Keluargaku pun menginginkan acara dengan adat batak itu dibuat. Mungkin karena keluarga suamiku yang bersuku Manado yang tidak mengerti bahwa betapa berharganya adat batak itu. Tapi lagi-lagi kupikir kami tak memiliki uang untuk membuat pesta itu. Wajar saya persiapan pernikahan ini sangat mendadak. Hanya enam bulan waktu kami mempersiapkannya. Alasannya adalah karena aku sudah tak ingin berlama-lama pacaran, ditambah umurku yang sudah masuk ke kepala tiga. Modal nekad inilah yang kami andalkan untuk persiapan pernikahan kami ini.
Tak mudah memang, ada saat di mana ketika cicilan gedung sudah waktunya harus dilunasi tapi kami berdua hanya bisa membayar ketika waktu salary kami turun. Apalagi aku yang bekerja sebagai guru di salah satu SMK di Bintan, sudah sekitar tiga bulan aku tak mendapatkan hakku. Pernah suatu hari kupinjam uang kepada kakak iparku tapi yang kudapat nihil, karena memang mereka pun sedang kesulitan dalam perekonomiannya.
Karena halangan yang begitu besar untuk persiapan ini sempat kami berdua berbicara serius sambil menangis. Pada saat itu hanya uang yang kami perlukan, sementara dari pihakku maupun dari pihak calon suamiku tak memberi bantuan sedikitpun. Sempat pada saat itu ingin rasanya kami undur pernikahan kami. Karena kami yang sama-sama tidak mendapatkan jalan keluar kami memutuskan untuk sejenak tidak melakukan kegiatan persiapan ini dan berdoa kepada Tuhan agar kami mendapatkan pertolongan dari-Nya.
Seminggu berlalu kakak kandungku menelepon dan berkata bahwa ia ingin meminjamkanku uang, tak banyak memang tapi aku bersyukur sekali. Bukan hanya uang yang memberatkan kami pada saat itu, keluarga kami pun secara tidak langsung melepaskan kami begitu saja dalam persiapan ini. Seperti Kak Iren dan suaminya hanya persiapan secara lisan yang kami dapatkan dari mereka tapi tidak dengan action mereka.
Delapan juta uang kami pada saat itu, kami gunakan untuk membayar cicilan gedung dan catering. Selebihnya dapat kami bayar setelah pernikahan. Puji Tuhan masih ada beberapa teman dan sahabatku yang mau menolongku membantu secara moril. Lelah bekerja tak memaksa kami berhenti untuk mempersiapkan pernikahan ini.
Hampir setiap hari aku diantar pulang di atas jam 12 malam. Ada beberapa tetangga yang mengira kami adalah pasangan yang tidak baik ditambah profesiku sebagai guru yang seharusnya tidak melakukan hal seperti itu. Tapi sudahlah pikirku, mereka akan tahu sendiri nanti apa yang kulakukan dengan calon pasanganku ini sehingga pulang pun sampai larut malam.
Waktu foto prewedding pun tiba saat itu aku sedang menstruasi hari kedua. Sakit perutku sangat tak tertahankan lagi. Sempat waktu kupikir foto preweddingku ini akan hancur. Tapi ternyata semua berjalan dengan lancar, walaupun di sesi foto terakhir celanaku sudah tak berwarna seperti semula. Untung suamiku mengerti emosiku pada saat itu, marah-marahku kepadanya tak dibalas dengan kemarahan juga, ia selalu mencoba menjawabku dengan lembut.
Pesta pernikahanku berjalan dengan lancar, walaupun tidak mewah secara materi tapi dekorasi yang sederhana membuat tempat pemberkatanku sangat elegan. Begitu juga dengan pesta resepsiku, akhirnya warna merah tetap terpancar dominan dalam resepsi kami, aku berhasil meluluhkan hatinya.
Tak hentinya kuucapkan dalam hatiku ucapan syukur kepada Tuhan setiap undangan yang hadir dan menyalamiku. Persiapan pernikahan yang kulalui selama 6 bulan ternyata tidak sia-sia. Sekali lagi kukatakan niat dan tekad kami yang membawa kami sejauh ini. Tak pernah sedikitpun ragu dalam diri kami, walaupun halangan tetap ada setiap waktunya. Karena niat dan tekad yang membuat semuanya ini terjadi.
- Balada Susah Sinyal di Tengah Repotnya Persiapan Nikah
- Disuruh Cepat-Cepat Menikah, Persiapan Jadi Serba Mendadak
- Saat Hampir Putus Asa, Jodoh Datang dengan Cara Terbaik-Nya
- Tenda Biru Saksi Bisu Pernikahan di Tengah Kebakaran
- Dua Minggu Usai Lamaran Aku Langsung Nikah, Tapi Ada Saja yang Memfitnah
- H-14 Ayah Meninggal, Momen Persiapan Menikahku yang Penuh Tangis dan Haru