Sulit Mendapatkan Restu Orang Tua untuk Menikah karena Perilaku Ayah Mertua

Fimela diperbarui 25 Sep 2018, 10:15 WIB

Lagi sibuk menyiapkan pernikahan? Atau mungkin punya pengalaman tak terlupakan ketika menyiapkan pernikahan? Serba-serbi mempersiapkan pernikahan memang selalu memberi kesan dan pengalaman yang tak terlupakan, seperti tulisan sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #Bridezilla ini.

***

Menjalin kasih selama sembilan tahun dan sempat menjalani cinta jarak jauh atau Long Distance Relationship (LDR) dengan Mas Yusuf, teman sekelasku sejak sekolah SMA, ternyata bukanlah jaminan bagi diriku untuk mendapat restu dari kedua orangtuaku saat aku menyampaikan perihal orangtua Mas Yusuf yang akan melamarku. Mas Yusuf yang di mataku merupakan sosok santun dan bersahaja, namun dengan latar belakang berasal dari keluarga broken home menjadi alasan utama orang tuaku sulit untuk memberikan restu atas hubungan yang telah kujalin bersama Mas Yusuf. Ayah dan ibu Mas Yusuf bercerai saat Mas Yusuf masih kecil. Mas Yusuf berada dalam pengasuhan ibunya. Sedang ayah Mas Yusuf telah menikah lagi sebanyak dua kali setelah perceraian dengan ibu Mas Yusuf.



“Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya,” kata ibuku di sore itu, waktu kusampaikan rencana kedatangan keluarga Mas Yusuf ke rumah. Ibuku mengibaratkan Mas Yusuf seperti buah dalam peribahasa tersebut yang akan mempunyai perilaku tidak jauh berbeda dengan ayahnya, ketika menikah kelak akan meninggalkan aku dan menikah lagi dengan wanita lain dalam hidupnya. Ayah dan ibuku menjadi takut atau mengkhawatirkan perkawinanku dengan Mas Yusuf kelak akan berakhir dengan perceraian karena akan adanya kemiripan hal antara Mas Yusuf dengan ayahnya yang mengalami perceraian dalam biduk rumah tangganya lalu memilih untuk menikah lagi.

Waktu aku mendengar perkataan ibu, aku hanya bisa meneteskan air mata yang mengalir di pipiku. Aku bisa memaklumi dengan ketakutan atau kekhawatiran yang dirasakan oleh ayah dan ibuku. Orang tua mana yang tidak akan hancur hatinya melihat anaknya mengalami perceraian dalam kehidupan pernikahannya? Tetapi benarkah aku akan mengalami hal seperti yang tersirat dalam peribahasa yang dikatakan oleh ibuku, menerima nasib perceraian kelak dalam pernikahanku dengan Mas Yusuf, karena perceraian yang dialami oleh kedua orang tua Mas Yusuf?



Haruskah aku mempercayai arti dari peribahasa itu, bahwa Mas Yusuf akan berperangai seperti ayahnya? Haruskah kuakhiri hubunganku dengan Mas Yusuf hanya karena adanya kekhawatiran dari orang tuaku yang belum tentu terbukti kebenarannya kelak? Sedang aku melihat dan merasakan bahwa Mas Yusuf adalah pribadi yang baik dan menyayangiku, rasanya tak mungkin akan meninggalkanku untuk memilih wanita lain sebagai pendamping hidupnya.

Akhirnya tidak ada keputusan dari ayah dan ibuku, akan menerima atau tidak dengan kedatangan orang tua Mas Yusuf untuk melamarku. Tak ingin menggantung keadaan dan siap menerima jawaban Mas Yusuf apa pun yang dikatakannya, segera kusampaikan kepada Mas Yusuf tentang kekhawatiran ayah dan ibuku akan kemungkinan terjadinya perceraian bila aku dan Mas Yusuf menikah kelak, seperti perceraian kedua orang tua Mas Yusuf yang diibaratkan oleh ibu dengan peribahasa “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.”

Di luar dugaanku, Mas Yusuf bisa mengerti dengan kekhawatiran ayah dan ibuku. Mas Yusuf berjanji dan bertekad untuk membuktikan kepada kedua orang tuaku bahwa ia tidak akan berperilaku seperti peribahasa itu. Aku mengamini apa yang dikatakan Mas Yusuf kepadaku.

Sejak itu seiring berjalannya waktu, aku masih tetap menjalin hubungan dengan Mas Yusuf dan ayah ibu tetap berharap aku untuk menjauh dari Mas Yusuf dan tidak lagi menjalin hubungan dengan Mas Yusuf dengan alasan yang sama seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, khawatir kelak aku akan mengalami perceraian jika menikah dengan Mas Yusuf.



Sementara itu desakan dari keluarga Mas Yusuf agar aku dan Mas Yusuf segera menikah juga disampaikan kepadaku yang artinya keluarga Mas Yusuf ingin segera bertemu dengan ayah dan ibuku untuk melamarku. Dengan tidak berharap banyak kusampaikan hal itu kepada ayah dan ibuku mengingat akan sikap keberatan ayah dan ibuku dalam menerima kedatangan keluarga Mas Yusuf untuk melamarku.

Mungkin karena melihat aku dan Mas Yusuf tetap menjalin hubungan dan tidak mungkin lagi untuk berpisah, akhirnya ayah dan ibuku mengatakan bersedia menerima kedatangan keluarga Mas Yusuf walau kurasakan ada setitik luka di hati mereka yang semoga bisa kusembuhkan dengan melihat kebahagiaanku kelak meniti kehidupan yang indah bersama Mas Yusuf.

Setelah melalui serentetan peristiwa yang diawali dengan silaturahmi keluarga Mas Yusuf meminta izin ayah dan ibuku untuk meminangku dan menentukan tanggal pernikahan serta beberapa persiapan yang dilakukan baik oleh ayah dan ibuku dengan dibantu oleh keluarga ataupun yang dilakukan juga oleh keluarga Mas Yusuf, tibalah hari bahagia itu. Aku dan Mas Yusuf duduk di pelaminan menjadi raja dan ratu semalam. Tak terlukiskan rasa bahagia yang kurasakan demikian juga yang dirasakan oleh Mas Yusuf. Akhirnya aku dan Mas Yusuf mengikat janji suci pernikahan serta harus kubuktikan kepada ayah dan ibuku bahwa Mas Yusuf adalah pria sejati yang tidak salah kupilih untuk menjadi pendamping hidupku.

Sampai kini kami, aku dan Mas Yusuf, merasakan hidup yang bahagia bersama kedua anak-anak kami dalam keluarga kami dengan beragam kisah suka dan duka yang selalu kami syukuri. Aku telah membuktikan kepada ayah dan ibuku bahwa aku bahagia dengan kehidupanku ini, bersama Mas Yusuf dan anak-anakku. Dan aku melihat sinar kebahagiaan juga terpancar dari raut wajah ayah dan ibuku. Restu dari ayah dan ibuku kini juga telah mengalir, sejuk menyirami kehidupanku. Terima kasih Tuhan, untuk kisah hidupku yang indah ini.

Semoga ceritaku ini dapat menginspirasi anda semua yang membacanya. Salam.


 



(vem/nda)