Pada Akhirnya Pernikahan Sederhana Bakal Memudahkan Segalanya

Fimela diperbarui 25 Sep 2018, 09:30 WIB

Lagi sibuk menyiapkan pernikahan? Atau mungkin punya pengalaman tak terlupakan ketika menyiapkan pernikahan? Serba-serbi mempersiapkan pernikahan memang selalu memberi kesan dan pengalaman yang tak terlupakan, seperti tulisan sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #Bridezilla ini.

***

Sempat putus nyambung dalam kurun waktu 6 tahun, pada awal tahun 2017 dia datang kembali ke hidup saya. Tak ingin patah hati dengan orang yang sama untuk kesekian kalinya awalnya saya tidak ingin kembali, lama kelamaan karena usahanya saya pun luluh juga. Singkat cerita setelah melewati masa “balikan” selama 1 tahun lebih.

Awal Juni kemarin tepatnya tanggal 18 Juni 2018, dia beserta keluarga besarnya datang ke rumah untuk melamar saya. Alhamdulillah semua berjalan dengan lancar dan dalam rencana kami, kami akan melangsungkan pernikahan pada bulan Desember 2018. Untuk jarak waktu 6 bulan bukankah sangat lama? Pikir kami saat itu, tapi dikarenakan keluarga saya takut persiapan serba mendadak jadilah booking ini dan itu sudah kami siapkan sejak dini.



Dua bulan berlalu, yang saya siapkan baru sekitar 30% dan dalam menyiapkan persiapan-persiapan itu saya dan calon suami saya seringkali berbeda pendapat dan bahkan berselisih paham untuk masalah sekecil apapun dari mulai desain undangan sampai desain pelaminan, itu membuat saya cukup sakit kepala dan sering kebingungan. Tak hanya dengan calon suami saya, dengan kakak-kakak saya pun saya sering berselisih yang bahkan tidak ada hubungannya sama sekali dengan persiapan pernikahan. Dari sana saya berpikir, mungkin ini yang diwanti-wanti orang-orang yang bilang, “Kalau mau nikah mah suka banyak gogoda na Neng!”

Hari ini, tinggal dua bulan tersisa persiapan saya sudah mendekati 70%, tapi seperti itulah hari-hari kami, masih banyak berselisih paham walaupun tidak sampai berhari-hari. Oh iya, saya itu tipe orang yang "nggak mau susah” inginnya yang simpel-simpel saja sebenarnya, sempat terbesit di pikiran saya bagaimana kalau pernikahan saya dan dia hanya sebatas akad saja. Untuk resepsinya diadakan sederhana dan untuk keluarga saja, tapi apa daya, saya masih tinggal di kampung dan bapak saya pun tidak mengizinkan anaknya menikah seperti itu. Karena di kampung, orang-orang masih menjustifikasi jika orang yang menikahnya sederhana biasanya sudah ”kecolongan”. Padahal menurut saya tidak ada kolerasinya menikah sederhana dengan itu.



Karena itu, saya masih melanjutkan persiapan dengan rencana awal, walaupun tidak terlalu megah, tapi cukup untuk dibilang “hajatan”. Oh iya, dulu saat saya kuliah, saya selalu berandai-andai dan sangat ingin merealisasikan pernikahan mewah ala-ala Disney Princess hahaha. Sayangnya saya yang polos saat itu saya tidak tahu betapa ribetnya persiapan-persiapan pernikahan, sekarang saya tahu bagaimana sulit dan pusingnya mempersiapkan pernikahan. Dan tidak menerapkan pernikahan impian saya kala kuliah pun tak apa, yang penting pernikahan saya terlaksana.

Saya tidak tahu bagaimana mengakhiri tulisan ini, saya hanya berharap pernikahan saya berjalan dengan lancar sampai ke hari H.





(vem/nda)